Selasa, 16 Juni 2009

tugas kwn

DEPARTEMENT PENDIDKAN NASIONAL
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FISIKA
PROGRAM STUDI GEOFISIKA


TUGAS
KEWARGANEGARAAN
SISTEM EKONOMI

Disusun Oleh

ARIS KRISWANTO

08/270374/PA/12287


YOGYAKARTA
JUNI
2009



Ekonomi Neoliberalisme
Neoliberalisme yang juga dikenal sebagai paham ekonomi neoliberal mengacu pada filosofi ekonomi-politik akhir-abad keduapuluhan, sebenarnya merupakan redefinisi dan kelanjutan dari liberalisme klasik yang dipengaruhi oleh teori perekonomian neoklasik yang mengurangi atau menolak penghambatan oleh pemerintah dalam ekonomi domestik karena akan mengarah pada penciptaan Distorsi dan High Cost Economy yang kemudian akan berujung pada tindakan koruptif.Paham ini memfokuskan pada pasar bebas dan perdagangan bebas merobohkan hambatan untuk perdagangan internasional dan investasi agar semua negara bisa mendapatkan keuntungan dari meningkatkan standar hidup masyarakat atau rakyat sebuah negara dan modernisasi melalui peningkatan efisiensi perdagangan dan mengalirnya investasi.
Dalam kebijakan luar negeri, neoliberalisme erat kaitannya dengan pembukaan pasar luar negeri melalui cara-cara politis, menggunakan tekanan ekonomi, diplomasi, dan/atau intervensi militer. Pembukaan pasar merujuk pada perdagangan bebas.
Neoliberalisme secara umum berkaitan dengan tekanan politik multilateral, melalui berbagai kartel pengelolaan perdagangan seperti WTO dan Bank Dunia. Ini mengakibatkan berkurangnya wewenang pemerintahan sampai titik minimum. Neoliberalisme melalui ekonomi pasar bebas berhasil menekan intervensi pemerintah (seperti paham Keynesianisme), dan melangkah sukses dalam pertumbuhan ekonomi keseluruhan. Untuk meningkatkan efisiensi korporasi, neoliberalisme berusaha keras untuk menolak atau mengurangi kebijakan hak-hak buruh seperti upah minimum, dan hak-hak daya tawar kolektif lainnya.
Neoliberalisme bertolakbelakang dengan sosialisme, proteksionisme, dan environmentalisme. Secara domestik, ini tidak langsung berlawanan secara prinsip dengan poteksionisme, tetapi terkadang menggunakan ini sebagai alat tawar untuk membujuk negara lain untuk membuka pasarnya. Neoliberalisme sering menjadi rintangan bagi perdagangan adil dan gerakan lainnya yang mendukung hak-hak buruh dan keadilan sosial yang seharusnya menjadi prioritas terbesar dalam hubungan internasional dan ekonomi.

Bagi kaum liberal, pada awalnya kapitalisme dianggap menyimbolkan kemajuan pesat eksistensi masyarakat berdasarkan seluruh capaian yg telah berhasil diraih. Bagi mereka, masyarakat pra-kapitalis adalah masyarakat feodal yang penduduknya ditindas.
Neoliberalisme bertujuan mengembalikan kepercayaan pada kekuasaan pasar, dengan pembenaran mengacu pada kebebasan.Seperti pada contoh kasus upah pekerja, dalam pemahaman neoliberalisme pemerintah tidak berhak ikut campur dalam penentuan gaji pekerja atau dalam masalah-masalah tenaga kerja sepenuhnya ini urusan antara si pengusaha pemilik modal dan si pekerja. Pendorong utama kembalinya kekuatan kekuasaan pasar adalah privatisasi aktivitas-aktivitas ekonomi, terlebih pada usaha-usaha industri yang dimiliki-dikelola pemerintah.
Tapi privatisasi ini tidak terjadi pada negara-negara kapitalis besar, justru terjadi pada negara-negara Amerika Selatan dan negara-negara miskin berkembang lainnya. Privatisasi ini telah mengalahkan proses panjang nasionalisasi yang menjadi kunci negara berbasis kesejahteraan. Nasionalisasi yang menghambat aktivitas pengusaha harus dihapuskan.
Revolusi neoliberalisme ini bermakna bergantinya sebuah manajemen ekonomi yang berbasiskan persediaan menjadi berbasis permintaan. Sehingga menurut kaum Neoliberal, sebuah perekonomian dengan inflasi rendah dan pengangguran tinggi, tetap lebih baik dibanding inflasi tinggi dengan pengangguran rendah. Tugas pemerintah hanya menciptakan lingkungan sehingga modal dapat bergerak bebas dengan baik.
Dalam titik ini pemerintah menjalankan kebijakan-kebijakan memotong pengeluaran, memotong biaya-biaya publik seperti subsidi, sehingga fasilitas-fasilitas untuk kesejahteraan publik harus dikurangi.
Akhirnya logika pasarlah yang berjaya diatas kehidupan publik. Ini menjadi pondasi dasar neoliberalism, menundukan kehidupan publik ke dalam logika pasar. Semua pelayanan publik yang diselenggarakan negara harusnya menggunakan prinsip untung-rugi bagi penyelenggara bisnis publik tersebut, dalam hal ini untung rugi ekonomi bagi pemerintah. Pelayanan publik semata, seperti subsidi dianggap akan menjadi pemborosan dan inefisiensi. Neoliberalisme tidak mengistimewakan kualitas kesejahteraan umum.
Tidak ada wilayah kehidupan yang tidak bisa dijadikan komoditi barang jualan. Semangat neoliberalisme adalah melihat seluruh kehidupan sebagai sumber laba korporasi. Misalnya dengan sektor sumber daya air, program liberalisasi sektor sumber daya air yang implementasinya dikaitkan oleh Bank Dunia dengan skema watsal atau water resources sector adjustment loan. Air dinilai sebagai barang ekonomis yang pengelolaannya pun harus dilakukan sebagaimana layaknya mengelola barang ekonomis. Dimensi sosial dalam sumberdaya public goods direduksi hanya sebatas sebagai komoditas ekonomi semata. Hak penguasaan atau konsesi atas sumber daya air ini dapat dipindah tangankan dari pemilik satu ke pemilik lainnya, dari satu korporasi ke korporasi lainnya, melalui mekanisme transaksi jual beli. Selanjutnya sistem pengaturan beserta hak pengaturan penguasaan sumber air ini lambat laun akan dialihkan ke suatu badan berbentuk korporasi bisnis atau konsursium korporasi bisnis yang dimiliki oleh pemerintah atau perusahaan swasta nasional atau perusahaan swasta atau bahkan perusahaan multinasional dan perusahaan transnasional.
Satu kelebihan neoliberalisme adalah menawarkan pemikiran politik yang sederhana, menawarkan penyederhanaan politik sehingga pada titik tertentu politik tidak lagi mempunyai makna selain apa yang ditentukan oleh pasar dan pengusaha. Dalam pemikiran neoliberalisme, politik adalah keputusan-keputusan yang menawarkan nilai-nilai, sedangkan secara bersamaan neoliberalisme menganggap hanya satu cara rasional untuk mengukur nilai, yaitu pasar. Semua pemikiran diluar rel pasar dianggap salah.
Kapitalisme neoliberal menganggap wilayah politik adalah tempat dimana pasar berkuasa, ditambah dengan konsep globalisasi dengan perdagangan bebas sebagai cara untuk perluasan pasar melalui WTO, akhirnya kerap dianggap sebagai Neoimperialisme.
Di Indonesia, walaupun sebenarnya pelaksanaan agenda-agenda ekonomi neoliberal telah dimulai sejak pertengahan 1980-an, antara lain melalui paket kebijakan deregulasi dan debirokratisasi, pelaksanaannya secara massif menemukan momentumnya setelah Indonesia dilanda krisis moneter pada pertengahan 1997.
Menyusul kemerosotan nilai rupiah, Pemerintah Indonesia kemudian secara resmi mengundang IMF untuk memulihkan perekonomian Indonesia. Sebagai syarat untuk mencairkan dana talangan yang disediakan IMF, pemerintah Indonesia wajib melaksanakan paket kebijakan Konsensus Washington melalui penanda-tanganan Letter Of Intent (LOI), yang salah satu butir kesepakatannya adalah penghapusan subsidi untuk bahan bakar minyak, yang sekaligus memberi peluang masuknya perusahaan multinasional seperti Shell. Begitu juga dengan kebijakan privatisasi beberapa BUMN, diantaranya Indosat, Telkom, BNI, PT. Tambang Timah dan Aneka Tambang.
Kritik terhadap neoliberalisme terutama sekali berkaitan dengan negara-negara berkembang yang aset-asetnya telah dimiliki oleh pihak asing. Negara-negara berkembang yang institusi ekonomi dan politiknya belum terbangun tetapi telah dikuras sebagai akibat tidak terlindungi dari arus deras perdagangan dan modal. Bahkan dalam gerakan neoliberal sendiri terdapat kritik terhadap banyaknya negara maju telah menuntut negara lain untuk meliberalisasi pasar mereka bagi barang-barang hasil industri mereka, sementara mereka sendiri melakukan proteksi terhadap pasar pertanian domestik mereka.
Pendukung antiglobalisasi adalah pihak yang paling lantang menentang neoliberalisme, terutama sekali dalam implementasi "pembebasan arus modal" tetapi tidak ada pembebasan arus tenaga kerja. Salah satu pendapat mereka, kebijakan neoliberal hanya mendorong sebuah "perlombaan menuju dasar" dalam arus modal menuju titik terendah untuk standar lingkungan dan buruh.
Ekonomi pancasila
Sistem Ekonomi Pancasila sendiri secara umum dapat diartikan sebagai sistem ekonomi yang memadukan ideologi-konstitusonal (Pancasila dan UUD 1945) bangsa Indonesia dengan Sistem Ekonomi Campuran –Sistem Ekonomi Pasar Terkelola yang diwujudkan melalui kerangka demokrasi ekonomi serta dijabarkan dalam langkah-langkah ekonomi yang berpihak dan pemberdayaan seluruh lapisan masyarakat, yang ditujukan untuk mewujudkan tercapainya masyarakat adil dan makmur.
Ciri-ciri Sistem Ekonomi Pancasila menurut Emil Salim adalah sebagai berikut:
1. peranan Negara beserta aparatur ekonomi negara adalah penting, tetapi tidak dominan agar dicegah tumbuhnya sistem etatisme (serba negara). Peranan swasa adalah penting, tapi juga tidak dominan agar dapat dicegah tumbuhnya free fight. Dalam Sistem Ekonomi Pancasila, usaha negara dan swasta tumbuh berdampingan dengan perimbangan tanpa dominasi berlebihan satu terhadap yang lain.
2. hubungan kerja antar lembaga-lembaga ekonomi tidak didasarkan pada dominasi modal, seperti halnya dengan sistem ekonomi kapitalis. Juga tidak ddasarkan pada dominasi buruh, seperti halnya dalam sistem ekonomi komunis, tetapi asas kekeluargaan –menurut keakraban hubungan antar manusia.
3. masyarakat sebagai satu kesatuan memegang peranan sentral dalam Sistem Ekonomi Pancasila. Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau kepemilikan anggota-anggota masyarakat. Masyarakat adalah unsur ekonomi non negara yakni ekonomi swasta. Dalam ekonomi swasta ini yang menonjol bukan perorangan tetapi masyarakat sebagai satu kesatuan. Tekanan pada masyarakat tidak berarti mengabaikan individu, tetapi langkah individu harus serasi dengan kepentngan masyarakat.
4. negara menguasai bumi, air dan kekayaan alam lainnya yang terkandung dalam bumi dan yag merupakan pokok bagi kemakmuran masyarakat. Dalam pelaksanaannya perlu dijaga supaya sistem yang berkembang tidak mengarah pada etatisme. Oleh karena itu hak menguasai oleh negara harus dilihat dalam konteks pelaksanaan dan kewajiban negara sebagai:
a. pemilik
b. pengatur
c. perencana
d. pelaksana dan
e. pengawas
5. tidak bebas nilai. Bebas nilai inilah yang mempengaruhi perilaku para pelaku ekonomi. Sistem yang dikembangkan bertolak dari ideologi yag dianut, yakni Pancasila. Ideologi Pancasila masih terus berkembang sesuai dengan dinamika pertumbuhan masyarakat, namun kelima sila secara utuh harus dijadikan leitstar (bintang pengarahan), kearah mana sistem nilai dikembangkan.


Pemikiran Mubyarto
Sistem Ekonomi Pancasila adalah “aturan main” kehidupan ekonomi atau hubungan-hubungan ekonomi antar pelaku-pelaku ekonomi yang didasarkan pada etika atau moral Pancasila dengan tujuan akhir mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Etika Pancasila adalah landasan moral dan kemanusiaan yang dijiwai semangat nasionalisme (kebangsaan) dan kerakyatan, yang kesemuanya bermuara pada keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
Intisari Pancasila (Eka Sila) menurut Bung Karno adalah gotongroyong atau kekeluargaan, sedangkan dari segi politik Trisila yang diperas dari Pancasila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa (monotheisme),sosio-nasionalisme,dansosio-demokrasi. Praktek-praktek liberalisasi perdagangan dan investasi di Indonesia sejak medio delapanpuluhan bersamaan dengan serangan globalisasi dari negara-negara industri terhadap negara-negara berkembang, sebenarnya dapat ditangkal dengan penerapan sistem ekonomi Pancasila. Namun sejauh ini gagal karena politik ekonomi diarahkan pada akselerasi pembangunan yang lebih mementingkan pertumbuhan ekonomi tinggi ketimbang pemerataan hasil-hasilnya.
Ekonomi kerakyatan
Konsep “ekonomi kerakyatan” atau adakalanya disebut “ekonomi rakyat” yang kini dikenal luas telah menapaki jalan panjang yang berliku. Selain Bung Hatta, beberapa pemikir yang belakangan gencar memperkenalkan dan memperjuangkan “ekonomi kerakyatan” antara lain adalah Mubyarto, Kwik Kian Gie, dan kemudian meluas dalam kalangan LSM. Meski demikian, eksistensi konsep ekonomi rakyat sebagai suatu kebijakan resmi pemerintah hingga kini timbul tenggelam karena ketidakpastian komitmen rezim yang berkuasa. Dari sisi etimologis, menutut Mubyarto, ekonomi rakyat bukan berasal dari dua kata yang terpisah, yakni “ekonomi” dan “rakyat” tetapi muncul sebagai lawan dari “ekonomi konglomerat”. Intinya, ekonomi rakyat adalah sistem ekonomi yang berbasis pada kekuatan rakyat sesuai dengan Pasal 33 ayat 1 UUD 45 dan sila ke empat Pancasila (Bobo, 2003). Artinya, rakyat harus berpartisipasi penuh secara demokratis dalam menentukan kebijaksanaan ekonomi dan tidak menyerahkan begitu saja keputusan ekonomi kepada kekuatan atau mekanisme pasar. Ukuran apakah sistem ekonomi rakyat telah dijalankan atau tidak, terletak pada implementasinya dalam pemberdayaan ekonomi rakyat. Dalam ekonomi rakyat, aturan mainnya adalah keadilan ekonomi, yaitu aturan main tentang ikatan-ikatan ekonomi yang didasarkan pada etika.
Ekonomi rakyat muncul sebagai akibat adanya kesenjangan sosial ekonomi dalam masyarakat (Kartasasimita, 1996). Kegiatan ekonomi masyarakat lapisan bawah inilah yang disebut ekonomi rakyat. Ekonomi rakyat dapat dikenal dari ciri-ciri pokoknya yang bersifat tradisional, skala usaha yang kecil, dan kegiatan atau usaha ekonomi bersifat sekedar untuk bertahan hidup (survival). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ekonomi rakyat adalah ekonomi partisipatif yang memberikan akses wajar dan adil bagi seluruh lapisan masyarakat dalam memperoleh input, proses produksi, distribusi, dan konsumsi tanpa ada hambatan masuk ke pasar, serta dalam pengelolaannya menjamin kelestarian sumberdaya alam pendukungnya. Lebih jauh, pengertian “jaringan ekonomi kerakyatan” adalah sistem susunan dan hubungan antara berbagai kelembagaan ekonomi baik secara horisontal maupun secara vertikal yang ada dalam suatu masyarakat. Dengan demikian, transformasi kelembagaan tradisional untuk memperkuat jaringan ekonomi kerakyatan di pedesaan menyangkut transformasi dari beberapa jenis kelembagaan yang ada serta menyangkut aspek struktur kelembagaan, tugas pokok dan fungsi yang dijalankan, serta sistem tata hubungan antar kelembagaan baik secara horisontal maupun secara vertikal. Kesenjangan yang terjadi di dalam kehidupan masyarakat sulit dihilangkan, bahkan ada kecenderungan melebar. Kesenjangan yang ada disebabkan adanya perbedaan dalam: pemilikan sumberdaya produktif (lahan dan modal), penguasaan teknologi, akses ke pasar dan kepada sumber-sumber informasi, keterampilan manajemen, serta adanya dampak globalisasi ekonomi. Meskipun integrasi sistem ekonomi tradisional ke dalam sistem ekonomi modern sudah berlangsung, namun hasilnya menambah jurang kesenjangan yang ada. Kondisi di atas menjadikan sulitnya melakukan transformasi dari struktur masyarakat agraris menjadi struktur yang berdasarkan perkembangan industri dan pertanian secara seimbang (Tjondronegoro, 1999). John Commons dalam Mubyarto (2002), mengakui prinsip ekonomi neoklasik tentang kelangkaan (scarcity) dan asas efisiensi untuk mengatasinya, tetapi berbeda dengan teori ekonomi klasik dalam cara-cara mencapai “harmoni” atau “keseimbangan”. Bukan dengan menyerahkannya pada mekanisme pasar melaui persaingan (competition), tetapi melalui kerjasama (cooperation) dan tindakan bersama (collective action). Diharapkan akan tercapai keseimbangan antara pertumbuhan dalam jangka pendek di satu sisi dan aspek pemerataan dan sustainabilitas dalam jangka panjang di sisi lain.
`Perbedaan Dari Beberapa Sistem Ekonomi Diatas :
Ekonomi Neoberalisme
1. Mengarah pada penciptaan Distorsi dan High Cost Economy
2. Memfokuskan pada pasar bebas
3. Wewenang pemerintah berkurang
4. Menawarkan pemikiran politik yang sederhana
5. Pembebasan arus modal


Ekonomi Pancasila
1. Memadukan Ideologi dengan Konstitusional
2. Usaha Negara dan swasta tumbuh berdampingan
3. Asas kekeluargaan
4. Pemerintah berkuasa atas perekonkmian Negara
5. Tidak bebas nilai
Ekonomi Kerakyatan
1. Berbasis pada kekuatan rakyat
2. Timbul akibat kesenjangan social
3. Bersifat tradisional dan skala usaha yang kecil
Persamaan :
Sebenarny semua sistem ekonomi ini bertujuan sama yaitu demi memajukan bangsa dan Negara. Tetapi yang hampir sama adalah sistem ekonomi pancasila dengan sistem ekonomi kerakyatan. Kedua sistem ini membutuhkan dukungan dari rakyat.
Sistem Perekonomian Yang Tepat di Indonesia
Saya menilai Indonesia lebih tepat melaksanakan ekonomi campuran atau yang dikenal pada era orde baru dengan sistem ekonomi Pancasila, Indonesia tidak bisa lepas dari sistem ekonomi liberal, karena perekonomian negara ini masih bergantung pada Amerika Serikat.
Sebagai contoh ketika krisis ekonomi global melanda dunia, khususnya Amerika Serikat, ekspor tekstil Indonesia macet total. Ini menandakan, kita masih sangat tergantung dengan Amerika, sehingga mau tidak mau pelaku ekonomi kita menganut liberal. Namun, sistem ekonomi liberal tidak bisa 100 persen diterapkan, karena sebagai negara berkembang campur tangan pemerintah masih diperlukan, ekonomi liberal atau yang sekarang populer neoliberal tidak bisa diterapkan di Indonesia, karena sistem tersebut hanya menguntungkan dua golongan, yakni pemilik modal dan perbankan, sementara di negara ini penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan masih tinggi. Jadi, pertumbuhan ekonomi pada sistem liberal hanya bisa dirasakan oleh dua kelompok tersebut, padahal perekonomian harus dirasakan semua lapisan masyarakat. Oleh karenanya, siapapun yang akan menjadi presiden mendatang, maka sistem ekonomi yang akan diterapkan di Indonesia adalah ekonomi Pancasila atau campuran, dimana peran pemerintah masih sangat dibutuhkan untuk mebangun ekonomi kerakyatan. Menyinggung program ekonomi tiga pasangan calon presiden dan wapres mendatang, Menurut saya program ekonomi pasangan Jusuf Kalla-Wiranto masih realistis dibandingkan dua pasangan lainnya. Konsep ekonomi JK-Win lebih mengutamakan sektor riel, sehingga perekonomian Indonesia akan lebih cepat berkembang. Jadi slogan pasangan JK-Win `lebih cepat lebih baik` sangat tepat dengan konsep ekonominya yang mengutamakan sektor riel, sehingga mereka mematokan pertumbuhan ekonomi mencapai 6-7 persen. Sedangkan konsep ekonomi dari pasangan Mega-Prabowo terlihat terlalu muluk muluk melihat keadaan Negara kita saat ini. Sementara, konsep ekonomi pasangan SBY-Boediono, menurut saya, akan tetap menerapkan sistem ekonomi sebelumnya atau yang sudah berjalan selama ini.Menanggapi konsep neoliberalisme yang disebut-sebut dianut Boediono, ia menyatakan, sebagai negara berkembang sulit rasanya menerapkan eknomi liberal, karena Indonesia masih memerlukan campur tangan pemerintah untuk mensejahterakan rakyat..
Oleh karena itu negara kita harus berusaha untuk bebas dari virus neoliberalisme, jika kita mampu mencapai fundamental ekonomi kuat dan berkelanjutan yang bercirikan maka : laju pertumbuhan ekonomi tinggi, yang didukung :
Pertama, perluasan kesempatan kerja, rakyat yang memasuki pasar kerja memperoleh kesempatan kerja dan hidup layak.
Kedua, perkembangan harga barang dan jasa serta nilai tukar stabil terkendali, kebijakan moneter berhasil menjamin stabilitas moneter yang berlanjut.
Ketiga, kekurangan negara (APBN) dalam kondisi sehat; tidak lagi mengalami defisit berkepanjangan sehingga negara tidak dalam kondisi debt trap (perangkap utang) dan "dipaksa" menjual aset untuk memenuhi kewajiban utang jatuh tempo, kebijakan fiskal yang menjamin terjadinya stimulus ekonomi untuk pertumbuhan.
Keempat, kondisi moneter perbankan yang prudent dan sehat; bank mampu menjadi lembaga intermediasi yang sehat, mampu mengerahkan dana pihak ketiga (penyimpan) untuk disalurkan ke dunia bisnis, untuk pertumbuhan dan perluasan kesempatan kerja.
Kelima, kondisi neraca pembayaran yang favorable (ekspor-impor) sehingga tidak hanya cadangan devisa bertambah (surplus), tetapi juga terjadi perluasan kesempatan kerja karena meningkatnya komoditas ekspor.Keenam, terjadi sustainable development karena pembangunan yang ramah lingkungan.






Referensi
http://id.wikipedia.org/neoliberalisme.
Abimanyu, Anggito. Ekonomi Indonesia Baru: Kajian dan Alternatif Solusi Menuju Pemulihan. Elek Media Komputindo. Jakarta. 2000.
Rachbini, Didik J. Politik Ekonomi Baru menuju Demokrasi Ekonomi. Cetakan Pertama, Grasindo, Jakarta, 2001.
Rintuh, Cornelis. Perekonomian Indonesia, Edisi Pertama, Cetakan pertama, Liberty, Yogyakarta, 1995.
Subandi. 2005. Sistem Ekonomi Indonesia. Edisi pertama. Alfabeta Bandung.
Suroso, P.C, dkk. Perekonomian Indonesia, Buku Panduan Mahasiswa. Cetakan keempat. Gramedia. Jakarta, 1997.
http://e-banten.com/money/738-ekonomi-kerakyatan-jangan-cuma-wacana.
http://www.news.id.finroll.com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar