Jumat, 15 April 2011

tugas IG

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA


TUGAS INSTRUMENTASI GEOFISIKA

TRANDUSER
GRAVITASI DAN MEDAN MAGNET BUMI







Disusun oleh

Nama : Aris Kriswanto
NIM : 08/270374/PA/12287





YOGYAKARTA
APRIL
2011
Transduser adalah perangkat yang berfungsi mengkonversi suatu besaran menjadi besaran lain.
Macam-macam transduser:
A. Mechanical Transduser
Perangkat yang berfungsi mengkonversi besaran menjadi besaran mekanik.
Contoh Sensor Mekanik:
1. Saklar adalah sebuah perangkat yang digunakan untuk menyambung atau memutuskan aliran listrik. Selain untuk jaringan listrik arus kuat, saklar berbentuk kecil juga dipakai untuk alat komponen elektronika arus lemah. Saklar tombol bisa diaplikasikan untuk sensor mekanik, karena alat ini bisa dipakai pada mikrokontroller untuk pengaturan rangkaian pengontrolan.
2. Termometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu (temperatur), ataupun perubahan suhu. Prinsip kerja termometer ada bermacam-macam, yang paling umum digunakan adalah termometer air raksa.
3. Pedometer atau penghitung langkah adalah sebuah alat, di zaman modern biasanya bisa portabel dan dirancang elektronik atau elektromekanis, yang menghitung setiap langkah seseorang dengan mendeteksi gerakan pinggul dari orang tersebut. Karena jarak langkah tiap orang bervariasi, maka diperlukan kalibrasi informal oleh pengguna apabila standardisasi jarak langkah (seperti kilometer atau mil) diinginkan.
4. MEMS (Micro Electro Mechanical Systems) adalah reraga/struktur peralatan elektro-mekanik terdiri dari sensor mikro,aktuator mikro dan peraga pendukung lainnya di dalam ukuran miniatur seukuran rangkaian keping terpadu (IC). Sebagaimana halnya dengan rangkaian keping terpadu, bahan substrat dasar yang digunakan untuk membuat MEMS komersial umumnya adalah silikon.Contoh aktuator mikro yang terdapat pada MEMS adalah pompa mikro, pemancar (jet) mikro, dan motor ukuran mikro. Contoh sensor yang terdapat pada MEMS misalnya adalah sensor tekanan, sensor temperatur, dan sensor aliran dalam ukuran mikro. Dengan teknologi ini, pada saat ini sudah dimungkinkan mewujudkan apa yang disebut sebagai "Lab on Chip". Contoh dari produk ini misalnya apa yang dikenal sebagai DNA chip.
5. Peluit bekerja dengan cara ditiup yang menyebabkan timbulnya aliran udara yang akan terpisah oleh sebuah plat tipis sehingga menimbulkan gesekan udara yang menyebabkan udara bergetar. Alat ini bisa dioperasikan dengan mulut, atau didukung oleh tekanan udara, uap, atau cara lain. Peluit memiliki variasi dalam ukuran, mulai dari peluit dengan slide kecil atau juga jenis seruling dengan banyak pipa yang besar seperti organ musik.
6. Tuas Kendali (joystick) adalah alat masukan komputer yang berwujud tuas yang dapat bergerak ke segala arah. Alat ini dapat mentransmisikan arah sebesar dua atau tiga dimensi ke komputer. Alat ini umumnya digunakan sebagai pelengkap untuk memainkan permainan video yang dilengkapi lebih dari satu tombol. Tuas kendali telah menjadi alat kontrol utama pada kokpit pesawat terbang, termasuk pesawat jet dan pesawat militer, baik sebagai tuas utama ataupun tuas di sisi-sisinya. Tuas kendali juga digunakan untuk mengontrol mesin seperti mesin derek, truk, kursi roda, kamera pengawas dan mesin pemotong rumput. Miniatur dari tuas kendali finger-operated telah diadopsi sebagai alat input untuk peralatan elektronik kecil sepertitelepon seluler (ponsel).

B. Electrikal Transduser
Perangkat yang berfungsi mengkonversi suatu besaran menjadi besaran listrik, sering disebut dengan sensor.
1. Alarm secara umum dapat didefinisikan sebagai bunyi peringatan atau pemberitahuan. Dalam istilah jaringan, alarm dapat juga didefinisikan sebagai pesan berisi pemberitahuan ketika terjadi penurunan atau kegagalan dalam penyampaian sinyal komunikasi data ataupun ada peralatan yang mengalami kerusakan (penurunan kinerja). Pesan ini digunakan untuk memperingatkan operator atau administrator mengenai adanya masalah (bahaya) pada jaringan. Alarm memberikan tanda bahaya berupa sinyal, bunyi, ataupun sinar.
2. Termokopel adalah sensor suhu yang banyak digunakan untuk mengubah perbedaan suhu dalam benda menjadi perubahan tegangan listrik (voltase). Termokopel yang sederhana dapat dipasang, dan memiliki jenis konektor standar yang sama, serta dapat mengukur temperatur dalam jangkauan suhu yang cukup besar dengan batas kesalahan pengukuran kurang dari 1°C. Dua logam yang disatukan ujung-ujungnya, maka terjadi “diffuse” elektron pada sambungan logam tersebut, menyebabkan satu logam menjadi lebih positif dan yang lain negatif, sehingga timbul ggl, karena konsentrasi elektron valensi tergantung pada suhu. Maka ggl yang timbul tergantung pada suhu, fenomena ini disebut seebeck effect.
3. Thermistor, Semi konduktor yang mempunyai sifat “Thermal resistor” yaitu semakin tinggi suhu bahannya,semakin rendah tahanannya. Terbuat dari campuran oksida besi, mangaan, cobalt dan magnesium.
4. Penciuman elektronik adalah suatu alat hasil dari penelitian yang kemampuannya ditujukan untuk mendeteksi berbagai karakteristik aroma. Pendeteksi elektronik lumrah disebut dengan penciuman bionik. Fungsi penciuman elektronik Salah satu fungsi utama teknologi ini berada dalam industri makanan dan minuman, yaitu untuk memonitor atau mengontrol kualitas suatu produk atau melakukan klasifikasi. Seperti pada proses pembuatan kopi, tembakau ataupun produk yang akan diekspor ke negara asing. Selain itu dapat digunakan di daerah lain seperti minyak bumi untuk analisis kualitatif dan kuantitatif, deteksi bahan peledak, klasifikasi dan degradasi minyak zaitun penelitian, pengembangan bidang lingkungan detektor bau aplikasi, aplikasi kontrol kualitas dalam industri otomotif, membedakan antara sapi perah bersih dan tercemar, analisis bahan baku kosmetik, serta banyak bidang penting lainnya seperti dalam bidang medis dan ruang.
5. Sensor parkir atau disebut juga sensor mundur adalah perangkat elektronik yang dipasang pada bagian belakang kendaraan yang mendeteksi bagian belakang kendaraan sehingga dapat menhentikan kendaraan sebelum menyentuh/menabrak bagian yang tidak terlihat dari cabin kendaraan. Sensor ini merupakan perlengkapan standar mobil mewah, namun sekarang banyak dijual perlengkapan sensor ini untuk dipasang pada kendaraan yang belum memiiki sensor parkir. Sensor ditempatkan pada bagian belakang kendaraan, biasanya di bumper belakang. Sensor infrared, yang bekerja atas sinar inframerah ataupun sensor gelombang ultrasonik yang dipancarkan dan kemudian ditangkap lagi oleh sensor, yang kemudian diinformasikan kepada pengemudi melalui bunyi, lampu ataupun monitor LCD didashboard.


Gravitasi


F = gaya tarik-menarik antara kedua benda (N)
m1 = massa benda 1 (kg)
m2 = massa benda 2 (kg)
r = jarak antara kedua pusat benda (m)
G = tetapan gravitasi universal

Saat itu Newton belum dapat mendefinisikan besar dari G. Nilai G tidak dapat diperoleh dari teori, namun harus melalui eksperimen. Orang yang pertama kali melakukan eksperimen untuk menentukan nilai G adalah Henry Cavendish, dengan menggunakan neraca torsi. Neraca seperti ini kemudian disebut neraca Cavendish. Bola dengan massa yang berbeda, yaitu m dan M yang dapat bergerak bebas pada poros, akan tarik menarik, sehingga akan memuntir serat kuarsa, sehingga cahaya yang memantul pada cermin pun akan bergeser pada skala. Dengan mengkonversi skala, dan memperhatikan jarak m dan M serta massa m dan M, maka Cavendish menetapkan nilai G sebesar 6,754 x 10-11 N.m2/kg2. Nilai ini kemudian kini dengan perlengkapan yang lebih canggih disempurnakan, sehingga diperoleh nilai:
G = 6,672 x 10-11 N.m2/kg2. Gaya gravitasi merupakan besaran vektor, sehingga bila suatu benda mengalami gaya tarik gravitasi dari lebih satu benda sumber gravitasi, maka teknik mencari resultannya dipergunakan teknik pencarian resultan vektor. Misalnya dua buah gaya F1 dan F2 yang membentuk sudut , resultan gayanya dapat ditentukan berdasarkan
persamaan :



Nilai g dapat diukur dengan berbagai metoda. Bentuk-bentuk paling sederhana misalnya dengan menggunakan pegas atau bandul yang diketahui konstanta-konstantanya. Dengan melakukan pengukuran dapat ditentukan nilai percepatan gravitasi di suatu tempat, yang umumnya berbeda dengan tempat lain.
Dalam bidang fisika bumi dikenal pula metoda gravitasi yaitu suatu metoda pengukuran perbedaan percepatan gravitasi suatu tempat untuk memperkirakan kandungan tanah yang berada di bawah titik pengukuran. Dengan cara ini dapat diduga (bersama-sama dengan pemanfaatan metoda fisika bumi lainnya) struktur dan juga unsur-unsur pembentuk lapisan tanah yang tersusun atas elemen yang memiliki rapat massa yang berbeda-beda.
Bandul adalah benda yang terikat pada sebuah tali dan dapat berayun secara bebas dan periodik yang menjadi dasar kerja dari sebuah jam dinding kuno yang mempunyai ayunan. Dalam bidang fisika, prinsip ini pertama kali ditemukan pada tahun 1602 oleh Galileo Galilei, bahwa perioda (lama gerak osilasi satu ayunan, T) dipengaruhi oleh panjang tali dan percepatan gravitasi mengikuti rumus:

di mana L adalah panjang tali dan g adalah percepatan gravitasi.


timbangan adalah neraca pegas (dinamometer). Neraca pegas adalah timbangan sederhana yang menggunakan pegas sebagai alat untuk menentukan massa benda yang diukurnya. Neraca pegas (seperti timbangan badan) mengukur berat, defleksi pegasnya ditampilkan dalam skala massa (label angkanya sudah dibagi gravitasi).
Persamaan matematis suatu neraca pegas dinyatakan dalam:
k * X = m * g
dengan
k = konstanta pegas
X = defleksi
m = massa
g = gravitasi
Neraca/timbangan dengan bandul pemberat (seperti yang terdapat di pasar ikan/sayur) menimbang massa. Biasanya menggunakan massa pembanding yang lebih kecil dengan lever (tuas) yg panjang. Mengikuti hukum tuas (persamaan momen).
m1 * g * L1 = m2 * g * L2
dengan
m1,m2 = massa benda pertama, massa benda kedua
L1,L2 = panjang tuas pertama, panjang tuas kedua
g = gravitasi
Neraca pegas menunjukkan angka yang berbeda di bumi dan bulan, atau di daerah yg gravitasinya berbeda. Timbangan bandul menunjukkan angka yg sama di mana pun, asal masih ada gravitasi untuk menggerakkan timbangan.

Medan magnet
Dalam ilmu Fisika, adalah suatu medan yang dibentuk dengan menggerakan muatan listrik (arus listrik) yang menyebabkan munculnya gaya di muatan listrik yang bergerak lainnya. (Putaran mekanika kuantum dari satu partikel membentuk medan magnet dan putaran itu dipengaruhi oleh dirinya sendiri seperti arus listrik; inilah yang menyebabkan medan magnet dari ferromagnet "permanen"). Sebuah medan magnet adalah medan vektor: yaitu berhubungan dengan setiap titik dalam ruang vektor yang dapat berubah menurut waktu. Arah dari medan ini adalah seimbang dengan arah jarum kompas yang diletakkan di dalam medan tersebut.
Hasil kerja Maxwell telah banyak menyatukan listrik statis dengan kemagnetan, yang menghasilkan sekumpulan empat persamaan mengenai kedua medan tersebut. Namun, berdasarkan rumus Maxwell, masih terdapat dua medan yang berbeda yang menjelaskan gejala yang berbeda.Einsteinlah yang berhasil menunjukkannya dengan relativitas khusus, bahwa medan listrik dan medan magnet adalah dua aspek dari hal yang sama (tensor tingkat2), dan seorang pengamat bisa merasakan gaya magnet di mana seorang pengamat bergerak hanya merasakan gayaelektrostatik. Jadi, dengan menggunakan relativitas khusus, gaya magnet adalah wujud gaya elektrostatik dari muatan listrik yang bergerak, dan bisa diprakirakan dari pengetahuan tentang gaya elektrostatik dan gerakan muatan tersebut (relatif terhadap seorang pengamat).


Medan magnet bumi terkarakterisasi oleh parameter fisis atau disebut juga elemen medan magnet bumi (gambar I), yang dapat diukur yaitu meliputi arah dan intensitas kemagnetannya. Parameter fisis tersebut meliputi :
Deklinasi (D), yaitu sudut antara utara magnetik dengan komponen horizontal yang dihitung dari utara menuju timur
Inklinasi(I), yaitu sudut antara medan magnetik total dengan bidang horizontal yang dihitung dari bidang horizontal menuju bidang vertikal ke bawah.
Intensitas Horizontal (H), yaitu besar dari medan magnetik total pada bidang horizontal.
Medan magnetik total (F), yaitu besar dari vektor medan magnetik total.

Gambar I. Tiga Elemen medan magnet bumi

Medan magnet utama bumi berubah terhadap waktu. Untuk menyeragamkan nilai-nilai medan utama magnet bumi, dibuat standar nilai yang disebut International Geomagnetics Reference Field (IGRF) yang diperbaharui setiap 5 tahun sekali. Nilai-nilai IGRF tersebut diperoleh dari hasil pengukuran rata-rata pada daerah luasan sekitar 1 juta km2 yang dilakukan dalam waktu satu tahun.
Medan magnet bumi terdiri dari 3 bagian :
1. Medan magnet utama (main field)
Medan magnet utama dapat didefinisikan sebagai medan rata-rata hasil pengukuran dalam jangka waktu yang cukup lama mencakup daerah dengan luas lebih dari 106 km2.
2. Medan magnet luar (external field)
Pengaruh medan magnet luar berasal dari pengaruh luar bumi yang merupakan hasil ionisasi di atmosfer yang ditimbulkan oleh sinar ultraviolet dari matahari. Karena sumber medan luar ini berhubungan dengan arus listrik yang mengalir dalam lapisan terionisasi di atmosfer, maka perubahan medan ini terhadap waktu jauh lebih cepat.
3. Medan magnet anomali
Medan magnet anomali sering juga disebut medan magnet lokal (crustal field). Medan magnet ini dihasilkan oleh batuan yang mengandung mineral bermagnet seperti magnetite ( ), titanomagnetite ( ) dan lain-lain yang berada di kerak bumi.
Dalam survei dengan metode magnetik yang menjadi target dari pengukuran adalah variasi medan magnetik yang terukur di permukaan (anomali magnetik). Secara garis besar anomali medan magnetik disebabkan oleh medan magnetik remanen dan medan magnetik induksi. Medan magnet remanen mempunyai peranan yang besar terhadap magnetisasi batuan yaitu pada besar dan arah medan magnetiknya serta berkaitan dengan peristiwa kemagnetan sebelumnya sehingga sangat rumit untuk diamati. Anomali yang diperoleh dari survei merupakan hasil gabungan medan magnetik remanen dan induksi, bila arah medan magnet remanen sama dengan arah medan magnet induksi maka anomalinya bertambah besar. Demikian pula sebaliknya. Dalam survei magnetik, efek medan remanen akan diabaikan apabila anomali medan magnetik kurang dari 25 % medan magnet utama bumi (Telford, 1976), sehingga dalam pengukuran medan magnet berlaku :

dengan : : medan magnet total bumi
: medan magnet utama bumi
: medan magnet luar
: medan magnet anomali

Solenoid adalah salah satu jenis kumparan terbuat dari kabel panjang yang dililitkan secara rapat dan dapat diasumsikan bahwa panjangnya jauh lebih besar daripada diameternya. Dalam kasus solenoid ideal, panjang kumparan adalah tak hinggadan dibangun dengan kabel yang saling berhimpit dalam lilitannya, dan medan magnet di dalamnya adalah seragam dan paralel terhadap sumbu solenoid.
Kuat medan magnet untuk solenoid ideal adalah:

di mana:
 B adalah kuat medan magnet,
 μ0 adalah permeabilitas ruang kosong,
 i adalah kuat arus yang mengalir,
 dan n adalah jumlah lilitan.
Jika terdapat batang besi dan ditempatkan sebagian panjangnya di dalam solenoid, batang tersebut akan bergerak masuk ke dalam solenoid saat arus dialirkan. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menggerakkan tuas, membuka pintu, atau mengoperasikan relai.



Kompas adalah alat navigasi untuk menentukan arah berupa sebuah panah penunjuk magnetis yang bebas menyelaraskan dirinya dengan medan magnet bumi secara akurat. Kompas memberikan rujukan arah tertentu, sehingga sangat membantu dalam bidang navigasi. Penemuan bahwa jarum magnetik selalu mengarah ke utara dan selatan terjadi di Cina dan diuraikan dalam buku Loven Heng.



Metode Pengukuran Data Geomagnetik
Dalam melakukan pengukuran geomagnetik, peralatan paling utama yang digunakan adalah magnetometer. Peralatan ini digunakan untuk mengukur kuat medan magnetik di lokasi survei. Salah satu jenisnya adalah Proton Precission Magnetometer (PPM) yang digunakan untuk mengukur nilai kuat medan magnetik total. Peralatan lain yang bersifat pendukung di dalam survei magnetik adalah Global Positioning System (GPS). Peralatan ini digunaka untuk mengukur posisi titik pengukuran yang meliputi bujur, lintang, ketinggian, dan waktu. GPS ini dalam penentuan posisi suatu titik lokasi menggunakan bantuan satelit. Penggunaan sinyal satelit karena sinyal satelit menjangkau daerah yang sangat luas dan tidak terganggu oleh gunung, bukit, lembah dan jurang.
Beberapa peralatan penunjang lain yang sering digunakan di dalam survei magnetik, antara lain (Sehan, 2001) :
a. Kompas geologi, untuk mengetahui arah utara dan selatan dari medan magnet bumi.
b. Peta topografi, untuk menentukan rute perjalanan dan letak titik pengukuran pada saat survei magnetik di lokasi
c. Sarana transportasi
d. Buku kerja, untuk mencatat data-data selama pengambilan data
e. PC atau laptop dengan software seperti Surfer, Matlab, Mag2DC, dan lain-lain.
Pengukuran data medan magnetik di lapangan dilakukan menggunakan peralatan PPM, yang merupakan portable magnetometer. Data yang dicatat selama proses pengukuran adalah hari, tanggal, waktu, kuat medan magnetik, kondisi cuaca dan lingkungan.
Dalam melakukan akuisisi data magnetik yang pertama dilakukan adalah menentukan base station dan membuat station - station pengukuran (usahakan membentuk grid - grid). Ukuran gridnya disesuaikan dengan luasnya lokasi pengukuran, kemudian dilakukan pengukuran medan magnet di station - station pengukuran di setiap lintasan, pada saat yang bersamaan pula dilakukan pengukuran variasi harian di base station.

Selasa, 05 April 2011

ini dari emax



dapat gratis. cuma nyediain tempat buat mereka
terima kasih

proker divisi perkuliahan dan pelatihan




semoga bermanfaat

foto ra jelas




lumayan lah gambarnya cuma modal klak klik klak klik dan koneksi internet doang.

Senin, 28 Desember 2009

field trip geostruk

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkah rahmat-Nya yang diberikan sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Fieldtrip Praktikum Geologi Struktur 2009.Laporan ini saya buat untuk melengkapi tugas praktikum akhir semester mata kuliah Geologi Struktur Program Studi Geofisika Fakultas MIPA UGM dan sebagai prasyarat untuk mengikuti responsi Praktikum Geologi Struktur.
Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada :
a. Bapak Ign. Sudarno selaku dosen pengajar mata kuliah geologi struktur.
b. Pramudya Rinengga selaku koordinator asisten acara.
c. Para asisten praktikum selaku pembimbing praktikum.
d. Nara sumber yang telah memberikan informasi tentang hal tersebut.
e. Teman-teman yang memberikan dorongan dan informasi serta data
dalam penyelesaian laporan ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb.
Yogyakarta, 19 Desember 2009

Penyusun




DAFTAR ISI
Kata Pengantar 1
Daftar Isi 2
Daftar Tabel 3
Daftar Gambar / Foto 4 .
BAB I PENDAHULUAN
I.1 Maksud dan Tujuan 5
I.2 Kesampaian Daerah 5
I.3 Alat dan Bahan 6

BAB II GEOMORFOLOGI
II.1 Geomorfologi regional daerah fieldtrip... 8
II.2 Geomorfologi daerah fieldtrip............................................................................9
BAB III GEOLOGI
III.1 Geologi regional daerah fieldtrip......................................................................13
III.2 Geologi daerah fieldtrip....................................................................................13
BAB IV STRUKTUR GEOLOGI
IV.1 Struktur Geologi regional daerah fieldtrip 19
IV.2 Struktur Geologi daerah fieldtrip.....................................................................21
BAB V KESIMPULAN 25
Daftar Pustaka 27
Lampiran 28
DAFTAR TABEL
Tabel Data Kekar....................................................................................................21
















DAFTAR FOTO/ GAMBAR

Foto Geomorfologi STA I..........................................................................................10
Foto Geomorfologi STA II.........................................................................................11
Foto Geomorfologi STA III........................................................................................12
Foto kenampakan kekar pada STA I...........................................................................22
Foto kenampakan sisa-sisa lipatan pada STA II.........................................................23
Foto kenampakan gores garis dari sebuah sesar di STA III........................................24











BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Maksud dan Tujuan
Field Trip Geologi Struktur di Pegunungan Bayat dimaksudkan untuk memperkenalkan kepada praktikan mengenai berbagai fenomena struktur geologi seperti lipatan,sesar,kekar,gores-garis dan struktur-struktur lainnya.
Tujuan dari kegiatan fieldtrip geologi struktur ini adalah praktikan mampu mengukur arah dan besar sudut pada suatu kekar baik kekar berapasangan maupun tidak dan sesar serta menentukan jenisnya, mampu mengukur arah dan besar sudut suatu lipatan serta menentukan jenisnya, mampu mendeskripsikan batuan sehingga dapat menentukan urutan umur lapisan batuan, mampu menentukan arah pergerakan sesar sehingga dapat ditentukan jenisnya, mampu merekonstruksi dan menganalisa suatu kekar, sesar, dan lipatan sehingga dapat ditentukan arah gaya, jenis, dan proses terbentuknya.
I.2 Waktu dan Kesampaian Daerah
Field Trip Geologi dilaksanakan di Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, dengan 3 stasiun pengamatan.
Hari, Tanggal : Minggu, 6 Desember 2009
Waktu : 06.30 WIB – selesai
1. Stasiun Pengamatan 1 : dukuh Semen, desa Tegalrejo
- Lokasi Pengamatan 1
- Lokasi Pengamatan 2
2. Stasiun Pengamatan 2 : Taman Wisata Curug, desa Tegalrejo
- Lokasi Pengamatan 1
- Lokasi Pengamatan 2
- Lokasi Pengamatan 3
3. Stasiun Pengamatan 3 : kaki gunung Kampak
- Lokasi Pengamatan
I.3 Alat dan Bahan
1. Peralatan Kelompok
a. Peta Topografi digunakan untuk menentukan lokasi dan untuk mengetahui keadaan topografi lapangan.
b. Palu Geologi yang terdiri dari dua mata palu, yakni :
- bagian runcing yang berfungsi untuk pengambilan sampel dengan cara mencongkel.
- bagian tumpul yang berfungsi untuk pengambilan sampel dengan cara memecah.
c. Kompas Geologi digunakan untuk menentukan arah, besar sudut, kemiringan lereng, dan menentukan posisi pada peta.
d. Lup digunakan untuk membantu dalam mengamati batuan.
e. Larutan HCl (asam klorida) 0,1 N digunakan untuk mengetahui kandungan mineral karbonat pada batuan yang mengandung mineral tersebut.
f. Kamera Digital digunakan untuk mendokumentasikan batuan dan keadaan geologi di lapangan.
2. Peralatan Pribadi
a. Pensil dengan kekerasan sedang
b. Ballpoint
c. Sepasang mistar segitiga
d. Busur derajat
e. Karet penghapus
f. Buku catatan lapangan atau kertas tulis dengan clipboard














BAB II
GEOMORFOLOGI

II.1 Geomorfologi regional daerah Field Trip
Secara fisiografis Perbukitan Bayat merupakan suatu inlier dari batuan Pra Tersier dan Tersier di sekitar endapan Kuarter, yang terutama terdiri dari endapan flufio-vulkanik dari Merapi. Elevasi tertinggi dari Puncak-puncak yang ada tidak lebih dari 400 meter diatas muka laut, sehingga perbukitan tersebut dapat disebut perbukitan rendah. Perbukitan itu tersebar menurut jalur yang arahnya berbeda. Di bagian barat (Jiwo Barat), jalur puncak-puncak bukit berarah utara selatan, yang diwakili oleh puncak-puncak Jabalkat, Kebo, Merak, Cakaran, Budo Sari, dan Tugu dengan di bagian paling utara membelok ke arah barat, yaitu daerah perbukitan Kampak. Di sebelah timur (Jiwo Timur) arah jalurnya adalah barat-timur, dengan puncak-puncak Konang, Pendul dan Temas, dengan percabangan kearah utara, yang terwakili oleh puncak Jokotuo dan Bawak. Di sebelah selatan(jiwo selatan) arah jalurnya adalah timur-selatan dengan puncak-puncak Watutumpeng,Eyangkuto,Watugenuk,Watukucing,Joyo,Semilir.
Bentang alam daerah Bayat merupakan bentuk lanjut dari suatu Pegunungan Lipatan, terdiri dari perbukitan homoklin, perbukitan lipatan, perbukitan intrusi dan perbukitan lembah antiklin dengan sungai-sungai konsekuen, subsekuen dan obsekuen mengalir yang secara membentuk pola aliran dendritik.
Daerah perbukitan yang tersusun oleh batugamping menunjukkan perbukitan memanjang dengan pegunungan yang tumpul sehingga kenampakan puncak tidak begitu nyata. Tebing-tebing perbukitannya tidak terlalu terbiku sehingga alur-alur tidak banyak dijumpai. Sebagai contoh adalah perbukitan Bawak-Temas di Jiwo Timur dan perbukitan Tugu-Kapak di Jiwo Barat. Untuk daerah yang tersusun oleh batuan metamorf, ini terisi oleh campuran endapan pasir Merapi, endapan lempung hitam dan endapan rombakan dari Pegunungan Selatan. Endapan lepas yang berumur kuater ini diduga menutup lembah sesar yang membatasi Pegunungan Selatan dengan perbukitan Jiwo. Jenis dan arah gerak sesar saat ini belum ditemukan.
II.2 Geomorfologi Daerah Field Trip
II.2.1. Stasiun Pengamatan I
Terdapat beberapa macam kekar, diantaranya kekar gerus, kekar extensi dan kekar release, kami menghitung besarnya kekar gerus dan kekar release, untuk kekar ekstensi pada fieldtrip kali ini belum dilaksanakan. Nilai besaran kekar gerus dan kekar release berbeda-beda karena banyaknya kekar yang dijumpai, besarnya strike dan dip serta arah gaya pergerakan kekar akan lebih dijelaskan pada subbab 4 tentang struktur geologi daerah fieldtrip.
Macam dan jenis litologi yang ditemukan pada Lokasi pengamatan 1
Lapisan 1
a. Jenis batuan : Ziolit
b. Warna : Hijau keabu-abuan
c. Struktur : berlapis
d. Tekstur : klastik
e. Ukuran Butir : Coarse Sand Medium – High
f. Kemas : Tertutup
g. Sortasi : Sedang – Baik
h. Bentuk Butir : Sub Angular
i. Komposisi : mineral karbonatan hijau berukuran halus, Feldspar, ziolyt
Lapisan 2
a. Jenis batuan : Sedimen
b. Warna : Hijau lebih cerah daripada lapisan pertama
c. Struktur : laminasi
d. Tekstur : klastik
e. Ukuran Butir : Fine Sand
f. Kemas : Tertutup
g. Sortasi : Baik
h. Bentuk Butir : Sub rounded
i. Komposisi : mineral karbonatan hijau berukuran halus, Feldspar, Kuars.

Foto Geomorfologi STA I


II.2.2. Stasiun Pengamatan II
Stasiun Pengamatan II terletak di Pegunungan Jiwo bagian selatan,tepatnya di Curug Sungai Trembono barat daya puncak Eyangkuto. Daerah ini tidak begitu jauh dari STA I ± 2km arah tenggara STA I, jadi Formasi pembentuknya pun masih relatif sama yaitu Kebo Butak, Semilir, Nglanggran, Oyo, Sambipitu dan batuan yang ada juga masih relatif sama dengan STA I. Karena bertempat di curug maka lokasi ini bertopografi rendah dengan tebing yang cukup curam.

Foto Geomorfologi STA II

II.2.3. Stasiun Pengamatan III
Stasiun Pengamatan III terletak di utara pegunungan Jiwo Barat tepatnya di Gunung Kampak. Lokasi ini berada cukup jauh dari STA I dan II, daerah ini terbentuk dari Formasi Oyo dan Formasi Wonosari pada masa miosin tengah hal tersebut dapat diketahui dari tersingkapnya batugamping berlapis dan batugamping algae di lokasi ini. Pada lokasi Gunung Kampak batugamping menumpang pada batuan metamorf. Batugamping di gunung kampak sudah hampir habis karena dijadikan tempat pertambangan tradisional.
Pada lokasi ini terdapat lapisan batugamping dimana banyak terdapat struktur laminasi dan gradasi yang terlihat sebagai struktur batuan sedimen karbonat yang menunjukan bahwa sebelumnya daerah ini merupakan suatu lautan dimana proses sedimentasinya terjadi. Pada batugamping ini banyak terdapat urat-urat kalsit yang mengisi rekahan-rekahan akibat adanya kekaryang mengalami sesar dan terlihat pula cermin sesarnya. Di lokasi ini, kami mengamati sesar yang terjadi dengan menghitung Strike, Dip, Pitch, Bearing, Plunge serta Gores garis pada hanging wall nya.

Foto Geomorfologi STA III



BAB III
GEOLOGI

III.2. Geologi Daerah Fieldtrip
Batuan tertua yang tersingkap didaerah Bayat adalah kompleks batuan metamorf yang diduga berumur Pra Tersier, terutama berupa filit, sekis dan marmer. Filit dan sekisnya menunjukkan foliasi yang secara umum mempunyai jurus barat-daya timur laut. Kedudukan filit terhadap sekis sangat sukar ditentukan karena kebanyakan singkapan sudah lapuk dan di banyak tempat terpotong oleh sesar yang sangat kompleks. Disamping itu dijumpai pula kuarsit yang mempunyai kedudukan baik memotong maupun sejajar atau mengisi celah diantara bidang foliasi. Erosi dari kuarsit ini menghasilkan butiran kuarsa susu, berukuran kerikil sampai berangkal dan merupakan penciri khas daerah batuan metamorf. Batuan metamorf ini tersebar membentuk perbukitan dengan relief yang kuat dan terbiku sedang sampai kuat, dengan puncak-puncak yang meruncing, beberapa diantaranya membentuk egunungan yang tumpul.
. Kompleks Batuan ini merupakan basement dari cekungan sedimen Paleogen, dan merupakan salah satu batuan yang tertua di Jawa. Endapan Paleogen yang dijumpai berupa batupasir dengan sisipan batugamping yang kaya akan foraminifera besar. Batuan tersebut diterobos oleh tubuh batuan beku yang terutama terdiri dari mikrodiorit. Penerobosan ini diduga terjadi pada Paleogen akhir. Secara tidak selaras di atas batuan beku dan batuan sedimen Paleogen tersebut terdapat batuan karbonat berumur Neogen yang dijumpai dlam bentuk 2 fasies yang berbeda, yaitu fasies laut dan fasies laut dangkal. Erosi yang terjadi pada Neogen atas berakibat bahwa batuan Kuarter menumpang secara tidak selaras pada batuan dibawahnya. Setelah pengendapan batugamping, di Perbukitan Bayat tidak diketemukan lagi batuan lain yang berumur Tersier. Jaman Kuarter terwakili oleh breksi lahar, endapan pasir fluvio-vulkanik Merapi serta endapan lempung hitam dari lingkungan rawa. Breksi lahar dijumpai pada bagian utara dari perbukitan Ngembel, berupa breksi dengan fragmen andesit yang berukuran aneka ragam, mulai dari kerikil hingga bongkah. Fragmen tersebut tersebar umumnya mengapung pada matriks yang berukuran lanau sampai pasir halus, bersifat tufan. Gejala perlapisan dan fosil tida ditemukan pada breksi ini. Breksi ini diduga berasal dari aktifitas aliran lahar dari G. Merapi dari arah barat laut, yang berhenti karena membentur bukit batugamping Ngembel, dan terjadi pada kala Pleistosen.
Geologi regional daerah bayat merupakan suatu formasi stratigrafi wilayah Pegunungan Selatan bagian barat mulai dari tua ke muda adalah :
1. Formasi Wungkal-Gamping
Formasi ini secara umum terdiri dari batu gamping, batu pasir, napal pasiran, dan batu lempung diendapkan tidak selaras diatas basement. Batas dari formasi ini batasnya tidak jelas dan sulit untuk dipisahkan.
2. Formasi Kebo Butak
Formasi ini secara umum terdiri dari konglomerat, batu pasir dan batu lempung yang menunjukkan kenampakan pengendapan arus turbid maupun pengendapan gaya berat yang lain. Berdasarkan terdapatnya gejala turbidit maka ditafsirkan lingkungan ini terjadi kenaikan muka air laut sehingga berubah menjadi lingkungan yang lebih dalam. Di bagian bawah, yang oleh Bothe (1929) disebut sebagai Kebo Beds terdiri dari perselang - selingan antara batu pasir, batu lanau dan batu lempung yang khas menunjukkan struktur turbidit, dengan perselingan batu pasir konglomeratan yang mengandung klastika lempung. Bagian bawah ini diterobos oleh sill batuan beku.
Bagian atas dari formasi ini, yang disebut sebagai Anggota Butak, tersusun oleh perulangan batu pasir konglomeratan yang bergradasi menjadi lempung atau lanau. Ketebalan total dari formasi ini kurang lebih 800 m.
3. Formasi Semilir
Secara umum formasi ini tersusun oleh batu pasir dan batu lanau yang bersifat tufaan, ringan, di beberapa tempat dijumpai selaan breksi lapili. Fragmen yang membentuk breksi maupun batu pasir pada umumnya berupa fragmen batuapung yang bersifat asam. Di lapangan satuan batuan ini umumnya menunjukkan perlapisan yang baik dengan struktur struktur yang mencirikan turbidit banyak dijumpai. Langkanya kandungan fosil pada bagian yang halus dari batuan penyusun formasi ini menunjukkan bahwa pengendapannya berlangsung pada kondisi yang sangat jenuh material asal gunung api yang berupa tuf, atau pengendapan tersebut terjadi pada lingkungan yang sangat dalam, di bawah ambang kompensasi karbonat (CCD), sehingga fosil gampingan sudah hancur akibat korosi sebelum dapat mencapai dasar pengendapan.
4. Formasi Nglanggran
Berbeda dengan formasi yang sebelumnya yaitu Kebo-Butak dan Semilir, Formasi Nglanggran ini tercirikan oleh penyusun utama terdiri dari batuan beku dan breksi dengan penyusun material berupa material asal gunung api, tidak menunjukkan perlapisan yang baik dengan ketebalan yang cukup besar. Bagian yang terkasar dari breksinya hampir seluruhnya tersusun oleh bongkah bongkah lava andesit dan juga bom andesit. Di antara masa breksi tersebut ditemukan sisipan lava yang sebagian besar telah mengalami breksiasi autoklastik.
Formasi ini ditafsirkan sebagai hasil pembentukan gunung api yang kemudian tererosi. Di bagian bawah umumnya berupa kompleks batuan beku, baik yang bersifat intrusif maupun ekstrusif (lava), yang kebanyakan menunjukkan gejala autobreksiasi yang kemudian ke arah atas berkembang menjadi breksi gunung api yang terbentuk sebagai akibat dari aliran rombakan. Aliran ini diduga berasal dari gunung api bawah laut, dalam lingkungan laut yang relatif dalam dan proses pengendapan berjalan cepat.

5. Formasi Sambipitu
Di atas Formasi Nglanggran kembali terdapat formasi batuan yang menunjukkan ciri ciri turbidit, yaitu Formasi Sambipitu. Formasi ini tersusun terutama oleh batu pasir yang bergradasi menjadi batu lanau atau batu lempung. Di bagian bawah, batu pasirnya masih menunjukkan sifat asal gunung api sedang ke arah atas sifat asal gunung api ini berangsur-angsur berubah menjadi batu pasir yang bersifat gampingan. Pada batu pasir gampingan ini sering dijumpai fragmen dari koral dan foraminifera besar yang berasal dari lingkungan terumbu laut dangkal, yang terseret masuk kedalam lingkungan yang lebih dalam akibat pengaruh arus turbid.
Pada bagian yang berupa perselingan antara batu pasir sedang yang bergradasi ke atas menjadi serpih (distal turbidite) sering dijumpai rekahan yang intensif pada sepihnya dengan arah tegak lurus bidang perlapisan.

6. Formasi Oyo – Wonosari
Di atas Formasi Sambipitu terdapat Formasi Oyo dan Formasi Wonosari. Formasi ini terdiri terutama dari batuan karbonat dan napal tufan. Penyebarannya meluas pada separuh selatan dari Pegunungan memanjang ke arah timur, membelok ke arah utara di sebelah timur perbukitan Panggung hingga mencapai bagian barat dari daerah depresi Wonogiri Baturetno.
Bagian terbawah dari Formasi Oyo - Wonosari terutama terdiri dari batu gamping berlapis, menunjukkan gejala turbidit karbonat yang diendapkan pada kondisi laut semula dangkal kemudian menjadi lebih dalam, seperti yang terlihat pada singkapan pada daerah dekat muara sungai Widoro masuk ke Sungai Oyo di Bunder serta di sebelah selatan jembatan Sungai Ngalang. Di lapangan batu gamping ini terlihat sebagai batu gamping berlapis, menunjukkan gradasi butir dan pada bagian yang halus banyak dijumpai fosil jejak tipe burrow yang terdapat, pada bidang permukaan perlapisan ataupun memotong sejajar dengan perlapisan.
Ke arah lebih muda, Formasi Oyo - Wonosari ini bergradasi menjadi dua fasies yang berbeda. Di daerah Wonosari, batu gamping ini makin ke arah selatan semakin berubah menjadi batu gamping terumbu yang berupa rudstone, framestone dan floatstone, bersifat lebih keras dan oleh kebanyakan peneliti disebut sebagai Formasi Wonosari. Sedangkan di barat daya kota Wonosari, batu gamping terumbu ini berubah fasies menjadi batu gamping berlapis yang bergradasi menjadi napal, dan disebut sebagai Formasi Kepek.
Terkecuali Formasi Wungkal-Gamping dan Wonosari, seluruh formasi yang ada di bawahnya mulai dari Formasi Kebo-Butak hingga Sambipitu secara sebagian atau seluruhnya menunjukkan gejala turbidit.
III.2.1. Stasiun Pengamatan I
LP.I
Terdapat singkapan batuan sedimen yang berwarna dominan hijau dengan sedikit coklat mempunyai teksturnya yang klastik dengan kemas tertutup, sortasi yang baik dengan ukuran butir lanau dan berbentuk rounded. Dari pencirian tersebut dapat diketahui bahwa batuan ini adalah batuan lanau zeolit( cirri khas zeolite adalah berwarna hijau). Batuan ini merupakan bagian dari formasi Kebo Butak. Batuan sedimen sudah terkekarkan(kenampakan kekar gerus, ekstension dan release) disebabkan karena adanya gaya-gaya yang bekerja pada batuan itu.
LP.2
Berjarak tiga meter di Utara LP.I, pada lokasi ini terdapat singkapan batu sedimen yang mempunyai lithologi sama dengan LP.I yaitu sortasi baik, bertekstur klastik, kemas tertutup. Dalam pengamatan kelompok kami terdapat satu lapisan batuan zeolit saja, namun sebenarnya memiliki tiga lapisan dimana, 1) lapisan pertama yang berada paling atas mempunyai ukuran butir pasir halus dan berlaminasi sehingga bernama pasir halus zeolith, 2)lapisan kedua berada ditengah memiliki ukuran butir pasir sehingga benama batu pasir zeolith,dan 3)lapisan ketiga berada di lapisan paling bawah memiliki ukuran butir kerikil sehingga bernama batu pasir kerikilan zeolith.
III.2.2.Stasiun Pengamatan II
Pada STA II yang berada di jalur aliran Sungai Trembono 2 km arah tenggara dari STA I, ditemukan batuan sedimen dengan pencirian; warna putih sampai abu-abu, tekstur klastik ( sortasi bagus, kemas tertutup,bentuk butir rounded,dan ukuran lanau), komposisi mineral merupakan mineral-mineral tuff yang berukuran lanau berwarna putih sampai abu-abu dengan kelimpahan agak melimpah. Dari diskripsi batuan tersebut dapat dsimpulakan batuan sedimen ini bernama batu lanau tuffan( mempunyai ukaran lanau dengan komposisi tuff). Batuan ini diperkirakan berasal dari erupsi gunung semilir (formasi semilir)yang mengalami sedimentasi oleh air. Selain itu juga ditemukan batu pasir yang mengalami pelipatan.
Pada STA II terdapat tiga lokasi pengamatan (LP), dimana ketiga lokasi tersebut merupakan satu kesatuan lokasi yang berupa singkapan batu pasir yang berupa lipatan antiklin,selain itu juga terdapat sesar dan kekar.. Pada LP.I diamati lipatan yang sudah mengalami erosi sehingga hanya nampak sisa-sisanya saja, pada LP.II terbentuk zona Sesar dan pada LP.III terbentuk zona Sesar juga.


III.2.3.Stasiun Pengamatan III
Pada STA III terdapat singkapan batugamping dengan warna putih kekuning-kuningan. Batugamping ini mengalami sesar yang sangat kompleks yaitu sesar naik dan sesar turun di banyak tempat. Selain itu juga ditemukan breksi sesar, cermin sesar, gores garis, dan steps.








BAB IV
STRUKTUR GEOLOGI
1. STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL DAERAH FIELDTRIP
Di selatan Bayat, terdapat dataran rendah yang berarah memanjang barat-timur, sejajar dengan kaki Pegunungan Selatan yang berada di selatannya. Dataran Bukit ini terpotong oleh sesar dan singkapan batuan metamorf tergeser ke arah timur laut di daerah Padasan, G. Semangu dan berbelok ke utara hingga daerah Jokotuo, dijumpai marmer yang merupakan kantong diantara filit.Di bagian utara dari Jiwo Barat yaitu di G. Tugu, G. Kampak dan daerah Ngembel serta bagian utara, timur dan tenggara dari Jiwo Timur, msing-masing di G. Jeto, G. Bawak, G. Temas dan di G. Lanang, tersingkap batugamping yang menumpang secara tidak selaras di atas batuan yang lebih tua. Di bagian tenggara G. Kampak dan di G. Jeto, batugamping ini menumpang di atas batuan metamorf, sedang di Temas menumpang di atas batuan beku.
Batugamping ini terdiri dari dua fasies yang berbeda. Fasies yang pertama terdiri dari batugamping algae, kenampakan perlapisan tidak begitu jelas. Algae membentuk struktur onkoid dalam bentuk bola-bola berukuran 2 hingga 5 cm. Fasies seperti ini dijumpai di G.Kampak, bagian selatan G.Tugu, G. Jeto, G. Bawak dan di bagian barat G.Temas. Fasies yang kedua berupa batugamping berlapis, yang merupakan perselingan antara kalkarenit dengan kalsilutit. Fasies batugamping berlapis ini dijumpai di Ngembel, utara G. Tugu, bagian timur G. Temas dan di G. Lanang. Di beberapa tempat kalsilutitnya menebal kearah lateral dan berubah menjadi napal, seperti yang terdapat di utara G. Tugu. Fasies ini tidak menunjukkan struktur alga dan kaya akan kandungan foraminifera plangon, kemungkinan diendapkan di dangkalan karbonat yang lebih dalam ditandai dengan adanya struktur nendatan (slump structures) seperti yang terlihat di bagian timur Temas dan di G. Lanang.
Di selatan G. Temas dijumpai kontak antara batuan beku dengan batugamping. Batuan bekunya sudah sangat lapuk, menunjukkan tanda-tanda retakan yang kebanyakan telah terisi oleh oksida besi (limonit) dan sebagian terisi oleh kalsit. Retakan pada batuan beku tersebut tidak menerus pada batugamping. Hal ini menunjukkan bahwa sebelum pengendapan batugamping, batuan bekunya telah mengalami retakan, terisi oleh hasil pelapukannya sendiri yang berupa limonit. Setelah terjadi pengendapan batugamping, sebagian dari karbonatnya mengisi celah akibat retakan tersebut membentuk urat kalsit. Belakangan setelah batugamping terangkat dan tererosi, sebagian dari urat kalsit pada batuan beku ini bersama batuan bekunya tersingkap dan mengalami pelapukan, membentuk tanah. Urat kalsit yang ada mengalami pelarutan dan pengendapan kembalidalam bentuk caliche, seperti yang banyak dijumpaidi barat G. Temas dan lereng timur dan selatan G.Pendul.
Berdasarkan kandungan fosilnya, batugamping neogen di Perbukitan Jiwo ini menunjukkan umur N12 atau Miosen Berdasarkan atas umur ini maka batugamping tersebut dapat dikorelasikan dengan Formasi Wonosari untuk fasies batugamping algae , sedangkan fasies batugamping berlapis adalah sepadan dengan formasi Oya.Setelah pengendapan batugamping, di Perbukitan Jiwo tidak diketemukan lagi batuan lain yang berumur Tersier. Jaman Kuarter terwakili oleh breksi lahar, endapan pasir fluvio-vulkanik Merapi serta endapan lempung hitam dari lingkungan rawa.
Breksi lahar dijumpai pada bagian utara dari perbukitan Ngembel, berupa breksi dengan fragmen andesit yang berukuran aneka ragam, mulai dari kerikil hingga bongkah. Fragmen tersebut tersebar umumnya mengapung pada matriks yang berukuran lanau sampai pasir halus, bersifat tufan. Gejala perlapisan dan fosil tida ditemukan pada breksi ini. Breksi ini diduga berasal dari aktifitas aliran lahar dari G. Merapi dari arah barat laut, yang berhenti karena membentur bukit batugamping Ngembel, dan terjadi pada kala Pleistosen.
2. STRUKTUR GEOLOGI DAERAH FIELDTRIP
Stasiun pengamatan 1
Pada stasiun pengamatan 1 terdapat beberapa macam kekar, diantaranya kekar gerus, kekar extensi dan kekar release. Pengukuran hanya dilakukan untuk menghitung besarnya kekar gerus dan kekar extensi saja. Sedangkan untuk kekar release sulit untuk dilakukan pengukuran karena menentukan kekar release tersebut juga sulit. Pengukuran arah dan besar sudut kekar tersebut digunakan untuk menganalisa arah gaya relatif pada stasiun pengamatan yang dilakukan pengukuran ini. Data pengukuran berupa data kekar gerus berpasangan dan kekar extensi.
Data Kekar
N....°E/...° N....°E/...° N....°E/...° N....°E/...°
330/16 329/60 353/66 2/75
276/20 91/58 74/77 89/85
342/16 80/70 90/60 156/70
255/20 320/72 206/74 200/60
332/16 340/71 54/65 145/56
266/20 75/64 48/66 259/63
333/16 330/72 85/74 231/80
183/20 63/79 20/55 274/68
345/16 198/43 88/74 325/65
85/20 80/64 10/64 194/64
76/63 84/70 108/66 330/73
343/64 355/78 82/58 23/73
86/70 338/76 54/76 24/59
344/61 264/83 35/63 340/72
75/70 355/77 90/90 320/80
341/79 89/80 330/68 169/72
341/78 174/51 70/75 89/72
89/79 85/76 342/90
70/79 331/70 92/81
Tabel data kekar pada STA I




Pembahasan Kekar
Pada pembahasan kekar di lokasi pengamatan 1 pada Stasiun pengamatan 1 ini, metode yang digunakan adalah metode stereonet secara manual. Data kekar yang diperoleh didapat dari berbagai kelompok, dengan jumlah data 76 buah data kekar. Dari hasil perhitungan manual dengan menggunakan metode stereografis didapat gaya pembentuk utama kekar terdapat pada σ1 pada 25º / N 304 º E, σ2 pada 65º / N 121 º E, σ3 pada 2º / N 215 º E.

Foto kenampakan kekar pada STA I
Stasiun Pengamatan 2
Pada stasiun pengamatan 2 dijumpai adanya suatu lipatan berupa antiklin yang sudah terkena struktur lain yaitu sesar dimana sesar yang mengenainya ada 2 jenis hal ini ditandai dengan adanya pergeseran lapisan sejauh ± 11,5 meter dan ± 15 meter. Pergeseran tersebut diperoleh dari hasil pengukuran 3 tempat. Jarak lokasi pertama dengan lokasi kedua sejauh 11,5 m dan jarak lokasi kedua dan lokasi ketiga sejauh 15 m sehingga jarak antara lokasi pertama dan lokasi ketiga sejauh 26,5 m. Jarak tersebut merupakan jarak pergeseran akibat adanya kedua sesar tersebut pada lipatan. Sedangkan untuk lipatanya dilakukan pengukuran dip dan strike pada sayap lipatan untuk dapat dilakukan rekonstruksi lipatan sehingga dapat ditentukan jenis lipatan yang terbentuk. Dari hasil pengukuran tersebut diperoleh:
Pengukuran lipatan
Lokasi 1 : N 36º E / 27 º
Lokasi 2 : berjarak ± 11,5 meter dari lokasi 1 dengan N 202º E / 49 º
Lokasi 3 : berjarak ± 15 meter dari lokasi 2 dengan N 219º E / 25 º
Pengukuran sesar
Sesar 1 : N 3º E / 77 º
Sesar 2 : N 28º E / 77 º

Foto kenampakan sisa-sisa lipatan pada STA II
Stasiun Pengamatan 3
Pada stasiun pengamatan 3 banyak ditemukan adanya cermin sesar yang digunakan sebagai salah satu cirri untuk menentukan jenis sesar. Selain dari cermin sesar tersebut, analisa jenis sesar ditentukan berdasarkan breksi sesar yang membentuk struktur gradasi sehingga dapat ditentukan arah pergerakan sesarnya untuk kemudian dapat ditentukan jenis sesarnya. Jika dilihat dari breksi sesarnya maka pada lokasi pengamatan ini dimungkinkan mengalami sesar turun, hal ini ditunjukan oleh breksi sesarnya yang bergradasi dari atas ke bawah dengan teksturnya dari kasar hingga menjadi semakin halus maka kemungkinan sesar turun, begitupula sebaliknya.
Tetapi hal tersebut belum cukup untuk bisa menentuan jenis sesar. Masih diperlukan bukti lain yang dapat menunjukan bahwa blok tersebut mengalami sesar turun. Sehingga dilakukan pengukuran terhadap komponen-komponen yang penting dalam menentukan jennies sesar, yaitu strike, dip, pitch, plunge, dan bearing. Dari hasil penggukuran diperoleh:
Strike / Dip : N 107º E / 57 º
Pitch : 60 º
Bearing : N 148º E
Plunge : 38º

Foto kenampakan gores garis dari sebuah sesar di STA III



BAB V
KESIMPULAN
Setelah kita melakukan pengamatan pada Fieldtrip Geologi Struktur Minggu 6 Desember 2009 dan menganalisis data data yang telah diperoleh dengan seksama maka kita dapat menarik kesimpulan kesimpulan pada stasiun pengamatan 1 kita dapat mengetahui arah gaya pembentuk kekar dan jenis kekar yang ada. Kita juga dapat melihat adanya antiklin pada stasiun pengamatan 2 serta mengetahui cara menganalisa pergerakannya, pada stasiun pengamatan 3 saya dapat menganalisa sesar yang terjadi pada gunung kapak.
Pada daerah ini diperoleh batuan ziolit( Lokasi1 ) dan batupasir ziolit ( Lokasi 2).Pada Stasiun Pengamatan 1 di daerah diperoleh kesimpulan bahwa pada daerah ini terdapat lapisan dengan jenis lapisan yang berbeda, pada lapisan pertama yang lebih tua dari lapisan 2, terdapat struktur lapisan sedangkan lapisan 2 yang berada diatasnya berstruktur laminasi. Pada lokasi ini juga diperoleh arah gaya utama pembentuk kekar dengan menggunakan metode manual stereografis yaitu sebesar σ1 pada 25º / N 304 º E, σ2 pada 65º / N 121 º E, σ3 pada 2º / N 215 º E.
Pada stasiun pengamatan 2 dijumpai adanya suatu lipatan berupa antiklin yang sudah terkena struktur lain yaitu sesar dimana sesar yang mengenainya ada 2 jenis hal ini ditandai dengan adanya pergeseran lapisan sejauh ± 11,5 meter dan ± 15 meter. Pergeseran tersebut diperoleh dari hasil pengukuran 3 tempat. Jarak lokasi pertama dengan lokasi kedua sejauh 11,5 m dan jarak lokasi kedua dan lokasi ketiga sejauh 15 m sehingga jarak antara lokasi pertama dan lokasi ketiga sejauh 26,5 m. Jarak tersebut merupakan jarak pergeseran akibat adanya kedua sesar tersebut pada lipatan. Sedangkan untuk lipatanya dilakukan pengukuran dip dan strike pada sayap lipatan untuk dapat dilakukan rekonstruksi lipatan sehingga dapat ditentukan jenis lipatan yang terbentuk. Dari hasil Pengukuran lipatan Lokasi 1 : N 36º E / 27 º,Lokasi 2 : berjarak ± 11,5 meter dari lokasi 1 dengan N 202º E / 49 º,Lokasi 3 : berjarak ± 15 meter dari lokasi 2 dengan N 219º E / 25 º

Pada Stasiun Pengamatan 3 diperoleh kesimpulan bahwa pada lokasi ini terdapat sesar turun karena diperoleh nilai tension gash sebesar 51º dan Pitch 60º,Bearing N 148º E, Plunge 37º akibat proses endogen bumi dan dapat diliat jadi hanging wall dan footwallnya dan melihat arah pergerakan sesar dari gores garis yang terdapat pada hanging wallnya. Juga dapat ditentukan jenis sesar dari besarnya tension gash ataupun compression shear fracture, bila besarnya tension gash curam atau lebih dari 45º maka kemungkinan terjadi adalah sesar turun, begitupula sebaliknya. Pada lokasi ini ditemukan lapisan batugamping.
























DAFTAR PUSTAKA

Billings, M.P. 1954. Structural Geology. Tokyo: Charles E. Tuttle Company. Katili, J.A. dan P. Marks. 1963. Geologi. Bandung: Kilat Madju.
Soetoto, Ir., S.U. 1995.Diktat Kuliah Geologi .Yogyakarta: Jurusan Teknik Geologi Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.
Asisten Praktikum Geologi Struktur.2009. Buku Panduan Praktikum Geologi Struktur. Yogyakarta : Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada.

Sumber Lain :
http://gc.lib.itb.ac.id
http://www.freelists.org
http://www.indocaver.org















LAMPIRAN

termo

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS GADJAH MADA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU
PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN FISIKA
PRODI GEOFISIKA

TUGAS MATA KULIAH
TERMODINAMIKA GEOFISIKA
MESIN UAP

DISUSUN OLEH :
• DENDY SETYAWAN 12094
• TRI WAHYUNINGSIH 12154
• HANUSA SANABAKTI 12270
• ARIS KRISWANTO 12287
• INDRA SURYA ATMAJA 12317


YOGYAKARTA
NOVEMBER
2009

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta hidayah-Nya sehingga penyusunan tugas ini dapat diselesaikan.

Tugas ini disusun untuk diajukan sebagai tugas mata kuliah Termodinamika Geofisika “Mesin uap” .
Terima kasih disampaikan kepada Ibu Chusnul Chotimah selaku dosen mata kuliah Termodinamika Geofisika yang telah membimbing dan memberikan kuliah demi lancarnya tugas ini.

Demikianlah tugas ini disusun semoga bermanfaat, agar dapat memenuhi tugas mata kuliah Termodinamika Geofisika.

Yogyakarta, 19 November 2009
Penyusun


kelompok 1






BAB 1. PENDAHULUAN
>>Definisi :
Mesin uap adalah mesin yang menggunakan energi panas dalam uap air dan mengubahnya menjadi energi mekanis. Mesin uap digunakan dalam pompa, lokomotifdan kapal laut, dan sangat penting dalam Revolusi Industri.
>>Penemu mesin uap
James Watt (19 January 1736 - 25 Agustus 1819) adalah penemu yang mengembangkan mesin uap yang menjadi dasar dari Revolusi Industri.
James Watt lahir pada tanggal 19 Januari, 1736 di Greenock, satu kota pelabuhan laut di Firth Clyde, Skotlandia. Ayahnya adalah pemilik kapal dan kontraktor, sedangkan ibunya, Agnes Muirhead, datang dari keluarga terhormat dan berpendidikan.
Watt bersekolah secara tak teratur tetapi dan lebih banyak mendapat pendidikan di rumah oleh ibunya. Dia menunjukkan ketangkasan yang luar biasa dan bakat untuk ilmu pasti seperti matematika, walaupun bahasa Latin dan Yunani tidak menggerakkan hatinya, dia menyukai legenda dan cerita rakyat Skotlandia.
Ketika dia berumur 18 tahun, ibunya meninggal dan kesehatan ayahnya perlahan-lahan mulai merosot, Watt melakukan perjalanan ke London untuk melanjutkan study tentang pembuatan instrument dan peralatan selama satu tahun, kemudian kembali ke Skotlandia dengan tujuan membuat sendiri bisnis pembuatan instrumennya. Tetapi karena dia tidak menyelesaikan tujuh tahun study nya sebagai apprentice (murid yang bekerja sambil belajar), permohonan untuk membuka bisnis tersebut terhambat, walaupun pada saat itu belum ada pembuat instrumen dan peralatan matematika di Skotlandia.
Dengan dibantu oleh tiga orang professor yang ada di Universitas Glasgow, James Watt akhirnya diberi kesempatan untuk membuka workshop (bengkel) kecil di universitas.
Empat tahun setelah membuka tokonya, James Watt mulai melakukan percobaan dengan uap setelah temannya, Professor John Robison, membuat dia tertarik pada mesin tersebut. Pada saat itu, Watt sama sekali tidak pernah mengoperasikan mesin uap, tetapi dia tetap berusaha untuk membuat satu model mesin. Walaupun gagal, dia tetap melanjutkan percobaannya dan mulai membaca apa saja yang bisa dibacanya. Dia kemudian secara terpisah menemukan pentingnya energi panas yang ditimbulkan dan diserap oleh tiap-tiap obyek untuk mengerti lebih jauh tentang mesin. pada tahun 1765 dia berhasil membuat sebuah model mesin yang dapat bekerja dengan baik.
Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya atas pengembangan mesin uap yang memicu revolusi industri, nama Watt diabadikan dan dijadikan sebagai satuan energi dengan symbol W oleh International System of Units (atau 'SI') seperti yang kita kenal sekarang.



BAB 2. PEMBAHASAN
>>Jenis mesin uap dan cara kerjanya
Terdapat dua jenis mesin uap, yakni mesin uap tipe bolak balik dan mesin uap turbin (turbin uap). Rancangan alatnya sedikit berbeda tetapi kedua jenis mesin uap ini mempunyai kesamaan, yakni menggunakan uap yang dipanaskan oleh pembakaran minyak, gas, batu bara atau menggunakan energi nuklir.

Mesin uap tipe bolak balik

Air dalam wadah biasanya dipanaskan pada tekanan yang tinggi. Karena dipanaskan pada tekanan yang tinggi maka proses pendidihan air terjadi pada suhu yang tinggi (ingat pembahasan mengenai pendidihan – Teori kinetik gas). Biasanya air mendidih (air mendidih = air berubah menjadi uap) sekitar suhu 500 oC. Suhu berbanding lurus dengan tekanan. Semakin tinggi suhu uap, semakin besar tekanan uap. Uap bersuhu tinggi atau uap bertekanan tinggi tersebut bergerak melewati katup masukan dan memuai terhadap piston. Ketika memuai, uap mendorong piston sehingga piston meluncur ke kanan. Dalam hal ini, sebagian kalor alias panas pada uap berubah menjadi energi kinetik (uap melakukan kerja terhadap piston — W = Fs). Pada saat piston bergerak ke kanan, roda yang dihubungkan dengan piston berputar (1). Setelah melakukan setengah putaran, roda menekan piston kembali ke posisinya semula (2). Ketika piston bergerak ke kiri, katup masukan dengan sendirinya tertutup, sebaliknya katup pembuangan dengan sendirinya terbuka. Uap tersebut dikondensasi oleh kondensor sehingga berubah menjadi embun (embun = air yang berasal dari uap). Selanjutnya, air yang ada di dalam kondensor dipompa kembali ke wadah untuk dididihkan lagi. Demikian seterusnya, Karena prosesnya terjadi secara berulang-ulang maka piston bergerak ke kanan dan ke kiri secara terus menerus. Karena piston bergerak ke kanan dan ke kiri secara terus menerus maka roda pun berputar secara terus menerus. Putaran roda biasanya digunakan untuk menggerakan sesuata(roda,dll)
Proses perubahan bentuk energi dan perpindahan energi pada mesin uap tipe bolak balik di atas bisa dijelaskan seperti ini : Bahan bakar fosil (batu bara/minyak/gas) memiliki energi potensial kimia. Ketika bahan bakar fosil dibakar, energi potensial kimia berubah bentuk menjadi kalor alias panas. Kalor alias panas yang diperoleh dari hasil pembakaran bahan bakar fosil digunakan untuk memanaskan air (kalor berpindah menuju air dan uap). Selanjutnya sebagian kalor pada uap berubah bentuk menjadi energi kinetik translasi piston, sebagian lagi diubah menjadi energi dalam air. Sebagian besar energi kinetik translasi piston berubah menjadi energi kinetik rotasi roda pemutar, sebagian kecil berubah menjadi kalor alias panas (kalor alias panas timbul akibat adanya gesekan antara piston dengan silinder). Jika digunakan untuk membangkitkan listrik maka energi kinetik rotasi roda pemutar bentuk menjadi energi listrik Dst.

Turbin uap
Pada dasarnya prinsip kerja turbin uap sama dengan mesin uap tipe bolak balik. Bedanya mesin uap tipe bolak balik menggunakan piston, sedangkan turbin uap menggunakan turbin. Pada mesin uap tipe bolak balik, kalor diubah terlebih dahulu menjadi energi kinetik translasi piston. Setelah itu energi kinetik translasi piston diubah menjadi energi kinetik rotasi roda pemutar. sedangkan, pada turbin uap, kalor langsung diubah menjadi energi kinetik rotasi turbin.Turbin bisa berputar akibat adanya perbedaan tekanan. Suhu uap sebelah atas bilah jauh lebih besar daripada suhu uap sebelah bawah bilah (bilah tuh lempeng tipis yang ada di tengah turbin). Ingat ya, suhu berbading lurus dengan tekanan. Karena suhu uap pada sebelah atas bilah lebih besar dari suhu uap pada sebelah bawah bilah maka tekanan uap pada sebelah atas bilah lebih besar daripada tekanan uap pada sebelah bawah bilah. Adanya perbedaan tekanan menyebabkan si uap mendorong bilah ke bawah sehingga turbin berputar. Arah putaran turbin tampak seperti gambar di bawah…

Perlu diketahui bahwa prinsip kerja mesin uap didasarkan pada diagram perpindahan energi yang telah dijelaskan di atas. Dalam hal ini, energi mekanik bisa dihasilkan apabila kita membiarkan kalor mengalir dari benda atau tempat bersuhu tinggi menuju benda atau tempat bersuhu rendah. Dengan demikian, perbedaan suhu sangat diperlukan pada mesin uap.
Apabila diperhatikan cara kerja mesin uap tipe bolak balik, tampak bahwa piston tetap bisa bergerak ke kanan dan ke kiri walaupun tidak ada perbedaan suhu (tidak ada kondensor dan pompa). Piston bisa bergerak ke kanan akibat adanya pemuaian uap bersuhu tinggi atau uap bertekanan tinggi. Dalam hal ini, sebagian kalor pada uap berubah menjadi energi kinetik translasi piston. Energi kinetik translasi piston kemudian berubah menjadi energi kinetik rotasi roda pemutar. Setelah melakukan setengah putaran, roda akan menekan piston kembali ke kiri. Ketika roda menekan piston kembali ke kiri, energi kinetik rotasi roda berubah lagi menjadi energi kinetik translasi piston. Ketika piston bergerak ke kiri, piston mendorong uap yang ada dalam silinder. Pada saat yang sama, katup pembuangan terbuka. Dengan demikian, uap yang didorong piston tadi akan mendorong temannya ada di sebelah bawah katup pembuangan. sedangkan, apabila suhu uap yang berada di sebelah bawah katup pembuangan = suhu uap yang didorong piston, maka semua energi kinetik translasi piston akan berubah lagi menjadi energi dalam uap. Energi dalam berbanding lurus dengan suhu. Jika energi dalam uap bertambah maka suhu uap meningkat. Suhu berbanding lurus dengan tekanan. Jika suhu uap meningkat maka tekanan uap juga meningkat. Dengan demikian, tekanan uap yang dibuang melalui katup pembuangan = tekanan uap yang masuk melalui katup masukan. Piston akan tetap bergerak ke kanan dan ke kiri seterusnya tetapi tidak akan ada energi kinetik total yang bisa dimanfaatkan (tidak ada kerja total yang dihasilkan). Jadi energi kinetik yang diterima oleh piston selama proses pemuaian (piston bergerak ke kanan) akan dikembalikan lagi kepada uap selama proses penekanan (piston bergerak ke kiri).

>>Siklus termo dalam mesin uap

Siklus Rankine(siklus dalam mesin uap) adalah siklus termodinamika yang mengubah panas menjadi kerja. Panas disuplai secara eksternal pada aliran tertutup, yang biasanya menggunakan air sebagai fluida yang bergerak. Siklus ini menghasilkan 80% dari seluruh energi listrik yang dihasilkan di seluruh dunia. Siklus ini dinamai untuk mengenang ilmuwan Skotlandia, William John Maqcuorn Rankine.
Siklus Rankine adalah model operasi mesin uap panas yang secara umum ditemukan di pembangkit listrik. Sumber panas yang utama untuk siklus Rankine adalah batu bara, gas alam, minyak bumi, nuklir, dan panas matahari.
Siklus Rankine terkadang diaplikasikan sebagai siklus Carnot, terutama dalam menghitung efisiensi. Perbedaannya hanyalah siklus ini menggunakan fluida yang bertekanan, bukan gas. Efisiensi siklus Rankine biasanya dibatasi oleh fluidanya. Tanpa tekanan yang mengarah pada keadaan super kritis, range temperatur akan cukup kecil. Uap memasuki turbin pada temperatur 565 oC (batas ketahanan stainless steel) dan kondenser bertemperatur sekitar 30 oC. Hal ini memberikan efisiensi Carnot secara teoritis sebesar 63%, namun kenyataannya efisiensi pada pembangkit listrik tenaga batu bara sebesar 42%.

Mula-mula air dalam keadaan cair dengan suhu dan tekanan rendah di titik a.
- kurva ab adalah kurva pemampatan secara adiabatik dengan tekanan yang sama dengan tekanan di dalam periuk pendingin.
- garis c-d adalah proses pengubahan air menjadi uap.
- Garis d-e adalah prosers pemanasan sehingga suhu uap sangat tinggi.
- Kurva e-f adalah proses pengembangan secara adiabatik.
- Garis f-a adalah proses pengembunan sehingga kembali ke keadaan awalnya
PERHITUNGAN SIKLUS RANKINE

W = p1v1 + (u1 - u2) - pcv2
= (u1 + p1v1) - (u2 + p2v2) + v2(p2 - pc)
= (h1 - h2) + v2(p2 - pc)
and Efficiency = W/(h1 - hf)
Dalam siklus Rankine ideal, pompa dan turbin adalah isentropic, yang berarti pompa dan turbin tidak menghasilkan entropi dan memaksimalkan output kerja. Dalam siklus Rankine yang sebenarnya, kompresi oleh pompa dan ekspansi dalam turbin tidak isentropic. Dengan kata lain, proses ini tidak bolak-balik dan entropi meningkat selama proses. Hal ini meningkatkan tenaga yang dibutuhkan oleh pompa dan mengurangi energi yang dihasilkan oleh turbin. Secara khusus, efisiensi turbin akan dibatasi oleh terbentuknya titik-titik air selama ekspansi ke turbin akibat kondensasi. Titik-titik air ini menyerang turbin, menyebabkan erosi dan korosi, mengurangi usia turbin dan efisiensi turbin. Cara termudah dalam menangani hal ini adalah dengan memanaskannya pada temperatur yang sangat tinggi.
Efisiensi termodinamika bisa didapatkan dengan meningkatkan temperatur input dari siklus. Terdapat beberapa cara dalam meningkatkan efisiensi siklus Rankine.
Siklus Rankine dengan pemanasan ulang
Dalam siklus ini, dua turbin bekerja secara bergantian. Yang pertama menerima uap dari boiler pada tekanan tinggi. Setelah uap melalui turbin pertama, uap akan masuk ke boiler dan dipanaskan ulang sebelum memasuki turbin kedua, yang bertekanan lebih rendah. Manfaat yang bisa didapatkan diantaranya mencegah uap berkondensasi selama ekspansi yang bisa mengakibatkan kerusakan turbin, dan meningkatkan efisiensi turbin.
Siklus Rankine regeneratif
Konsepnya hampir sama seperti konsep pemanasan ulang. Yang membedakannya adalah uap yang telah melewati turbin kedua dan kondenser akan bercampur dengan sebagian uap yang belum melewati turbin kedua. Pencampuran terjadi dalam tekanan yang sama dan mengakibatkan pencampuran temperatur. Hal ini akan mengefisiensikan pemanasan primer.
Dari penjelasan diatas, kita bisa menyimpulkan bahwa perbedaan suhu dalam mesin uap tetap diperlukan. Perbedaan suhu dalam mesin uap bisa diperoleh dengan memanfaatkan kondensor. Ketika suhu dan tekanan uap yang berada di sebelah bawah katup pembuangan jauh lebih kecil dari pada suhu dan tekanan uap yang berada di dalam silinder, maka ketika si piston bergerak kembali ke kiri, besarnya tekanan (P = F/A) yang dilakukan piston terhadap uap jauh lebih kecil daripada besarnya tekanan yang diberikan uap kepada piston ketika si piston bergerak ke kanan. Dengan kata lain, besarnya usaha alias kerja yang dilakukan piston terhadap uap jauh lebih kecil daripada besarnya kerja yang dilakukan uap terhadap piston (W = Fs). Jadi hanya sebagian kecil energi kinetik piston yang dikembalikan lagi pada uap. Dengan demikian akan ada energi kinetik total atau kerja total yang dihasilkan. Energi kinetik total ini yang dipakai untuk menggerakan sesuatu (membangkitkan listrik dkk…) Pembangkitan energi listrik akan dibahas secara mendalam pada pokok bahasan listrik dan magnet…
Penggunaan Mesin Uap
>> Kereta api Uap

Kereta api uap biasanya memiliki sebuah ketel uap pipa api horisontal bertungku yang terletak pada ujung bagian belakang. Di depan tungku terletak sebuah smokebox yang memiliki satu cerobong asap yang menonjol keluar (ke atas). Uap dikumpulkan dari tungku ke dalam sebuah kubah atau tabung berlubang-lubang yang berada di atas permukaan air.
Uap ini lalu melewati sebuah klep penutup atau katup pengatur ke dalam silinder sebuah resiprokat. Piston/torak di dalam mesin mendorong roda lewat sebuah crankpin dan batang/balok penghubung. Katup-katup mesin dikendalikan melalui sejumlah batang dan penghubung yang disebut dengan valve gear. Valve gear bisa disetel dan menolong kontrol arah serta cut off (cutoff adalah titik dalam kayuhan piston dimana inlet valve ditutup). Cut off ini menentukan proporsi kayuhan piston, yang kemudian mengendalikan jumlah uap yang masuk ke dalam silinder. Uap masuk dari kedua ujung, menyebabkan piston beraksi ganda.
Di dalam sebuah kereta api uap bersilinder dua, salah satu silinder ditempatkan di salah satu sisi kereta. Uap lalu memberikan empat kayuhan piston per putaran, yang berarti dua kayuhan per silinder. Kayuhan piston yang pertama menuju ke depan sedang yang kedua menuju ke belakang. Setiap kayuhan piston menggerakkan roda seperempat putaran.
Ketel dan silinder-silinder ini terletak di sebuah rangka, dan rangka ini terletak di sejumlah as atau poros. As dipasaing di blok-bantalan yang bergerak ke atas dan ke bawah di dalam rangka. Biasanya kereta uap Amerika memiliki kerangka balok sedangkan kereta uap Inggris memiliki plate frame (kerangka pelat), keduanya sama-sama terbuat dari baja. Sumber bahan bakar untuk mendidihkan air adalah batu bara. Kemudian minya mulai digunakan untuk tujuan yang sama.
Kelebihan Kereta Api Uap
Ada banyak alasan mengapa kereta api uap mencapai popularitas. Tentu saja alasan utamanya adalah kecepatan yang lebih baik daripada kereta berkuda. Perjalanan jadi lebih cepat serta orang-orang bisa melakukan perjalanan yang lebih jauh dengan jauh lebih mudah. Kereta uap dipandang pula lebih dapat diandalkan dan aman bila dibandingkan dengan perjalanan menggunakan kereta berkuda.Alasan yang berikut adalah kemudahan menggantikan gerbong yang rusak dengan yang baik. Kereta uap juga digunakan untuk mengangkut material dari satu tempat ke tempat yang lain, membuat aktivitas yang berhubungan dengan perdagangan dan perniagaan semakin efisien. Gerbong bisa ditambah atau diganti, tergantung pada persyaratan yang didasarkan pada jumlah orang dan material yang diangkut.


Saat ini mesin uap biasanya digunakan untuk pembangkit tenaga listrik atau kapal laut karena ukurannya dan kemampuanya yang besar dalam menghasilkan energi.
Beberapa tahun lagi mungkin mesin uap dapat dipasang di mobil yang biasa kita lihat. Mesin uap yang dirancang oleh Harry Schoell sangat efisien.
Mesin uap ini bekerja pada temperatur tinggi sehingga lebih efisien. Dan ukurannya pun lebih kecil dari mesin uap biasa karena bekerja dengan tekanan tinggi. Ukuran yang kecil heat losses pun kecil.



Mesin uap ini bisa berbahan bakar biodiesel, etanol maupun minyak bumi bekerja dengan cara membakar bahan bakar dan udara dalam ruang pembakaran hingga temperatur 2000 derajat Fahrenheit sehingga membentuk pusaran (cyclone).
Uap panas akan bersirkulasi di penukar kalor (heat exchanger) sampai mencapai temperatur 1.200 F. Dan pipa dalam silinder mesin akan menggerakan piston. Jika uap sudah dingin akan dialirkan kembali kesistem dan dipanaskan kembali (reheated).
Mesin uap ini dapat mengkonversi uap 46% menjadi torque. Bandingkan dengan mesin uap biasa yang hanya 25 %. Selain itu mesin uap ini juga gas buangnya lebih bersih.














BAB 3. REFERENSI
wikipedia.org/wiki/Mesin_uap
www.ceritakecil.com/tokoh-ilmuwan-dan.../James-Watt-2
www.youtube.com
pdfdatabase.com/index.php?q=cara+buat+mesin+uap
Kanginan,martin.2003.fisika smp semester 2.jakarta: erlangga.

Minggu, 13 September 2009

geostruktur

Aris kriswanto
Geofisika
08/270374/PA/12287
Banyak daerah di Indonesia mengalami kesulitan air untuk kebutuhan domestik khususnya pada musim kemarau. Daerah sulit air terutama disebabkan oleh keterbatasan keberadaan akuifer sistem pori, sehingga perlu dicari akuifer sistem celah yang terbentuk karena adanya air meteorik yang mengisi sistem fraktur. Untuk mendeteksi keberadaan sistem fraktur diperlukan suatu peta geologi dengan ketelitian yang cukup tinggi, padahal di daerah tropik basah seperti di Indonesia karena keterbatasan jumlah dan dimensi singkapan batuan, maka peta geologi yang diperoleh biasanya terlalu interpretatif.
Teknik nuklir yaitu teknik pemetaan radioaktivitas soil/batuan dan survei gas radon dapat membantu memecahkan persoalan tersebut. Hasil yang diperoleh dari penggunaan kedua teknik nuklir tersebut adalah informasi mengenai lokasi-lokasi keberadaan sistem fraktur yang berpotensi bertindak sebagai akuifer sistem celah. Untuk memperkuat dugaan keberadaan akuifer tersebut digunakan metode tidak langsung yaitu teknik geofisika konvensional, yang pembuktiannya dilakukan dengan pembuatan sumur eksplorasi yang sekaligus diharapkan dapat ditingkatkan menjadi sumur produksi.
Pertama yang dilakukan meliputi: analisis morfologi / foto udara, studi geologi / hidrogeologi regional dan data pendukung lainnya. Sasaran utamanya adalah mengetahui kondisi geologi / hidrogeologi, terutama: pola penyebaran formasi / satuan batuan, pola arah umum struktur geologi (patahan/lipatan), perkiraan daerah tangkapan/ resapan.
Analisis morfologi dilakukan melalui peta topografi skala 1 : 50.000 dan foto udara (bila diperlukan). Kondisi geologi / hidrogeologi regional, terutama diperoleh melalui peta-peta regional, terutama yang dipublikasikan oleh Direktorat Geologi. Pekerjaan ini akan dilaksanakan sebelum dimulainya pekerjaan lapangan.

Pemetaan topografi
Sasaran utama pekerjaan ini adalah membuat peta topografi berskala 1: 5.000, sesuai dengan keadaan saat ini. Peta ini diperlukan terutama untuk korelasi hasil pemetaan geologi / hidrogeologi dan pembuatan penampang hasil survei geolistrik. Lingkup dan tahapan pelaksanaan pekerjaan lini berturut-turut terdiri dari: orientasi lapangan termasuk penentuan titik ikat, koreksi arah U-S dengan menggunakan deklinasi matahari, pengukuran poligon, pengukuran situasi, pengolahan data pengukuran dilanjutkan dengan penggambaran peta topografi skala 1 : 5.000.Titik ikat diukur dengan menggunakan GPS, jika posisi titik triangulasi terlalu jauh dari lokasi pemetaan. Pengukuran poligon / situasi akan dilaksanakan dengan alat theodolit. Pada hakekatnya batuan / soil mengandung unsur U, Th dan K yang memancarkan radiasi y (gamma), besar kecilnya intensitas radiasi bergantung pada kandungan unsur-unsur tersebut pada batuan / soil.Batuan / soil sejenis di suatu daerah akan mempunyai nilai radioaktivitas yang relatif sama. Sasaran utama kegiatan pengukuran radioaktivitas ini adalah untuk mendapatkan sebaran batuan / soil dengan ketelitian relatif tinggi sebagai data dalam pembuatan peta geologi. Survei ini sangat bermanfaat untuk daerah-daerah seperti di Indonesia yang beriklim tropis basah sehingga langka singkapan batuan karena tertutup oleh soil.

Pemetaan geologi
Pemetaan geologi bertujuan untuk memperoleh informasi geologi permukaan. Hasil pemetaan akan digambarkan pada peta dasar skala 1: 5.000 (hasil pemetaan topografi). Peta ini terutama berisi: jenis dan sebaran satuan batuan di permukaan, struktur geologi (jurus dan kemiringan lapisan, jenis dan arah patahan, serta sumbu perlipatan). Lingkup dan tahapan pelaksanaan pekerjaan ini berturut - turut terdiri dari pendataan geologi permukaan, evaluasi data permukaan dilanjutkan dengan pembuatan peta geologi.
Pendataan geologi akan dilaksanakan oleh ahli geologi yang berpengalaman dengan metoda lintasan pengamatan. Pendataan lapangan terutama meliputi jenis batuan dan struktur geologi pada singkapan batuan.

Kesulitan air di suatu daerah terutama diakibatkan oleh kurang adanya sistem lapisan pembawa air (akuifer), oleh karena itu perlu di cari sistem lain yang dapat bertindak sebagai akuifer. Diasumsikan bahwa sistem fraktur/rekahan menghasilkan batuan dengan permebilitas sekunder yang relatif tinggi yang dapat bertindak sebagai akuifer sistem celah. Radon adalah anggota kelompok unsur yang meluruh secara alamiah dalam bentuk gas yang memancarkan sinar α (alpha). Anomali gas Radon dapat menggambarkan sistem fraktur bawah permukaan yang membentuk permeabilitas sekunder (akuifer sistem celah).
Survey geofisika terutama geolistrik
Sasaran utama dari pekerjaan ini adalah untuk memperkuat dugaan keberadaan akuifer , dan kondisi geologi bawah permukaan. Hasil survei digambarkan dalam bentuk penampang tegak korelasi tahanan jenis batuan bawah permukaan. Lingkup dan tahapan pelaksanaan pekerjaan ini berturut-turut terdiri dari : penentuan lokasi titik sounding, pengukuran resistivitas di lapangan, analisis data pengukuran, pembuatan penampang-penampang resistivitas, pembuatan penampang-penampang tegak resistivitas batuan bawah permukaan, analisis dan korelasi geologi / hidrogeologi bawah permukaan.
Analisis terpadu ini ditujukan untuk menganalisis data pemetaan geologi dan hidrogeologi, serta hasil penyelidikan geolistrik yang dipertajam dengan survei teknik nuklir yaitu pengukuran radioaktivitas soil/batuan dan pengukuran intensitas gas radon.
Hasilnya adalah suatu kesimpulan tentang model akuifer yang selanjutnya akan digunakan untuk menentukan lokasi potensial untuk dilakukan pemboran eksplorasi airtanah-dalam. Penentuan lokasi pemboran berdasarkan hasil kegiatan pelacakan airtanah-dalam sebelumnya. Pekerjaan mobilisasi didahului dengan peninjauan awal lokasi dengan penekanan pada : cara kesampaian lokasi pemboran kondisi jalan yang akan dilalui), keberadaan sumber air pembilas dan cara pengadaannya serta ketersediaan sarana penunjang lapangan.
Persiapan pemboran meliputi : penyiapan lahan untuk operasi pemboran, pemasangan menara dan mesin bor, pembuatan kolam lumpur pemboran dan penyediaan air pembilas lumpur dan pemasangan pipa lindung permukaan (surface casing).
Selama operasi pemboran dilakukan pencatatan yang meliputi : tinggi muka airtanah dalam lubang pemboran, kecepatan penetrasi pemboran, sifat fisik lumpur pemboran dan indikasi zona - water losses/water flows.
Hasil pemeriksaan disusun dalam bentuk log litologi yang selanjutnya akan digunakan sebagai masukan dalam penyusunan desain konstruksi sumur bersama-sama dengan hasil diagrafi nuklir lubang bor
Diagrafi Nuklir Lubang Bor
Diagrafi nuklir lubang pemboran dilakukan pada lubang pemboran pilot hole, mulai dari permukaan sampai kedalaman total pemboran. Kegiatan ini dilaksanakan dengan peralatan diagrafi yang dilengkapi dengan probe (sonde) yang diantaranya meliputi : Gamma Ray, resistivity (short dan long normal), self potential dan neutron-neutron.
Dari hasil diagrafi nuklir ini dapat diketahui kedalaman akuifer yang selanjutnya akan digunakan untuk menentukan desain penempatan pipa-pipa saringan dan material selubung pada saat konstruksi sumur (desain konstruksi sumur).
Pekerjaan konstruksi sumur merupakan pekerjaan pemasangan pipa dan material selimut pipa di dalam lubang pemboran. Posisi pemasangan material-material di dalam lubang akan disesuaikan dengan desain konstruksi sumur, dapat mengalir bebas kedalam sumur tanpa hambatan.
Analisis terpadu dilaksanakan setelah selesai pekerjaan pembuatan sumur bor airtanah atau setelah memperoleh seluruh data lapangan dan laboratorium. Data analisa mencakup : hasil studi meja, hasil pelacakan, pemeriksaan keratan pemboran, pengujian geofisika lubang bor, parameter hasil uji pemompaan / uji kambuhan dan hasil analisa kwalitas air. Penekanan analisis adalah pada kondisi hidrogeologi umum, kondisi sumur dan kemampuan maksimum,disamping kwalitas air yang dihasilkan.